KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Memilah Sampah, Satu Langkah Kecil Daur Ulang Sampah Dimulai Dari Rumah

Memilah-sampah-daur-ulang-sampah

"Bu, kenapa bungkusnya dicuci?" Mas Kecil bertanya.

"Iya, ini nanti dikeringin dulu baru dijadikan satu di kantong khusus."

Beginilah pekerjaan tambahan saya selama sekitar beberapa bulan terakhir. Memilah sampah plastik.

Setelah bertahun-tahun saya tertarik untuk memilah sampah sendiri, baru kali ini kesampaian!

Antara sedih dan gembira, mendengarnya. Sedih karena, kok baru sekarang memulainya. Gembira karena alhamdulillah jadi juga mulai memilah sampah setelah sekian lama hanya sekadar wacana.

Cara Daur Ulang Sampah Sendiri Di Masa Lampau


Masyarakat kita sebetulnya terbiasa bertanggung jawab terhadap sampah mereka sendiri. Dulu, tapi.

Saya masih mengalami yang namanya rumah punya tempat sampah sendiri di halaman belakang berupa lubang besar. Dalam Bahasa Jawa disebut 'jugangan'.

Jugangan ini besar dan dalam. Sebagai gambaran ketika saya masih kecil berusia sekitar 8 tahunan, saya bisa masuk ke jugangan itu dan cuma kepala saya kelihatan.

Lebarnya cukup. Bisa leluasa jongkok di jugangan itu. Kadang ada juga jugangan yang muat diisi beberapa anak sekaligus. Mirip kolam ikan tapi ga diisi air.

Terbayang, ya seberapa besar usaha untuk membuat jugangan itu yang dilakukan manusia pakai cangkul.

Jugangan itu akan penuh dalam waktu yang cukup lama. Kalau sudah penuh, jugangan itu ditutup dan digalilah jugangan yang baru.

Sampah yang masuk ke jugangan kala itu belum dipilah. Semuanya nyemplung ke dalam. Organik dan anorganik jadi satu.

Daun-daun kering, rumput yang baru dicabut, sisa dapur, masuk semua bersama dengan tas kresek, gelas pecah, mainan rusak, kain yang sudah koyak dan lain-lain.

Sampah organik akan terurai jadi tanah dalam waktu tertentu sedangkan sampah anorganik seperti plastik dan kaca tidak terurai.

Sering pas saya masih kecil dan sedang main tanah, menemukan sampah yang tak bisa diurai ini.

Buang Sampah Tidak Lagi Di Halaman Belakang Rumah


Kurang lebih saya hidup di rumah yang punya jugangan itu selama 21 tahun.

Setelah itu saya dan orang tua pindah ke rumah lain yang juga masih punya halaman belakang.

Saya tidak begitu ingat di rumah yang itu kami punya jugangan atau tidak. Sepertinya sempat punya, kemudian beralih ke membuang sampah di luar rumah lewat jasa tukang sampah RT.

Alasannya ganti metode buang sampah waktu itu kalau tidak salah karena bapak saya sudah tidak cukup kuat untuk membuat lubang di tanah.

Kenapa tidak panggil orang untuk mengerjakannya? Hmm...saya juga lupa kenapa tidak seperti itu saja.

Intinya kami kemudian tidak punya jugangan di halaman belakang dan sampah dibuang ke tempat sampah yang nantinya diangkut tukang sampah.

Buang sampah model baru ini cukup menyenangkan karena kami tidak perlu melihat tumpukan sampah di jugangan. Tinggal berrr, sampah hilang dari pandangan. Mau duduk santai di belakang rumah juga nyaman tanpa jugangan.

Namun jujur saja, buang sampah kolektif lewat jasa pak sampah ini bikin repot. Kami harus memastikan sampah masuk bak sampah di depan rumah yang tak seberapa besar.

Kalau pak sampah tidak datang sehari saja, sampah langsung meluber keluar dan bikin pemandangan tak sedap.

Belum lagi kami harus membungkus sampah itu dalam tas kresek yang diikat kuat agar tidak mbrojol ketika diangkut pak sampah.

Kebiasaan buang sampah kolektif ini saya jalani juga ketika sudah menikah dan tinggal di kota lain.

Jugangan memang asyik tapi itu khusus buat rumah yang punya halaman luas, sedangkan rumah saya sekarang di perumahan yang lahannya terbatas.

Sadar Memilah Sampah Meski Telah Tertinggal


Bertahun-tahun membuang sampah secara kolektif membuat saya rindu jugangan. Alangkah enaknya kalau buang sampah tinggal werrr ke jugangan.

Tapi apa daya, keadaan belum memungkinkan.

Kemudian saya terpikir untuk memilah sampah ketika baca kisah seorang teman blogger, Mbak Reni Judanto, yang sudah memilah sampahnya sendiri.

Keren, pikir saya. Dalam benak saya, bisa nih ditiru. Tinggal sediakan tempat sampah dobel di rumah. Satu untuk sampah organik, satu lagi untuk yang anorganik.

Tapi semua itu baru sekadar wacana tanpa usaha mewujudkannya sama sekali.

Sampai suatu kali Alloh tunjukkan kepada saya tentang bencana akibat ulah manusia. Saya lihat di media sosial foto-foto hewan laut yang mengenaskan terjerat sampah plastik, laut yang penuh plastik, lalu makhluk laut yang makan microplastic dan lain-lain.

Seorang teman blogger yang lain, Mbak Dini Rahmawati, menunjukkan kepada saya tagar yang bisa diikuti di Instagram untuk pengolahan sampah organik secara mandiri.

Mulailah saya bertamu ke akun-akun Instagram yang menyuarakan gerakan sayang Bumi itu.

Dari situlah saya tergerak dan sungguh-sungguh bergerak memilah sampah.



Daur Ulang Sampah: Reduce, Reuse, Recycle yang Bisa Saya Kerjakan


Ada kata bijak yang menyebutkan "100 orang yang masih belum benar caranya dalam mendaur ulang itu lebih baik daripada 1 orang saja yang mendaur ulang secara benar".

Saya bagian dari 100 orang itu.

Saya newbie, belum banyak tahu soal daur ulang. Tapi saya bersedia mencoba.

Dari tiga langkah mendaur ulang dan menyelamatkan Bumi: reduce, reuse, recycle, saya baru melakukan sedikit sekali.

Reduce alias mengurangi penggunaan plastik sudah saya lakukan meski baru sekadar berupa belanja di tukang sayur bawa wadah atau tas sendiri. Masih sering lupa juga sih, tapi kalau belanja di warung sebelah sudah banyak ingatnya.

Seringnya saat saya bawa tas sendiri atau menolak dikasih tas plastik, malah penjualnya yang ngotot ngasih. Katanya ini bagian dari pelayanan. 😥

Kalau pas lupa bawa tas plastik dan penjual ngotot ngasih, sebisa mungkin saya minta tas yang besar saja dan cukup satu saja. Tak perlu dobel-dobel.

Reduce ternyata bukan cuma soal tas plastik, tapi juga benar-benar mengurangi membeli bahan plastik.

Pakaian, misalnya, saya pilih yang lebih sedikit mengandung plastik. Katun 100%? Wah, belum mampu saya. Tapi setidaknya pilih yang banyak bahan alaminya.

Beli barang kemasan seperti sabun cuci, pembersih lantai, shampo dan sebagainya juga saya pilih yang kemasan besar sekalian. Sebisa mungkin hindari beli sachetan.

Beli minuman dingin di minimarket juga saya hindari yang botolnya kecil-kecil. Pokoknya yang berpotensi menambah volume sampah saya hindari.

Berusaha irit juga termasuk upaya reduce. Misal irit pemakaian air. Itu wujud sayang Bumi juga, kan?

Reuse alias memakai ulang barang yang tak bisa diurai alam, hmm...apa, ya?

Mungkin wujudnya masih berupa pengiritan saja, sih. Misal pilih pakai baju bekas untuk dijadikan lap atau keset daripada beli keset baru.

Atau melungsurkan pakaian kakak ke adik selama masih pantas.

Atau mendorong anak menggunakan kembali buku catatan yang belum penuh dari kelas sebelumnya untuk mata pelajaran yang sama.

Artikel terkait: Peluang Usaha Ramah Lingkungan

Recycle Bukan Perkara Mudah!


Membersihkan calon sampah plastik. Gila nih! Iya, dicuci dulu, dikeringkan sebisanya baru dibuang di tempat khusus.

Misal saya baru beli lele di pak sayur yang lewat di depan rumah. Lelenya diplastiki tentu saja. Ketika lelenya saya cuci, kantong plastiknya juga saya bilas biar ga ada darah-darah yang tertinggal.

Setelah bersih dari darah, saya kibas-kibas lalu saya angin-anginkan.

Kadang kalau sedang kebangetan rajinnya saya lap bolak-balik sisi yang basah dengan serbet. Setelah itu baru saya masukkan ke kantong khusus sampah anorganik.

Kalau beli minuman dalam botol, setelah habis dibilas dulu bagian dalam botolnya, baru dibuang.

Kalau beli susu UHT dalam kemasan kardus misalnya, sebelum dibuang dipipihkan dulu.

Ribet, ya? Iya. Tapi setelah beberapa hari melakukannya, muncul otomatisnya. Ada sampah plastik langsung saya sendirikan. Kalau tidak melakukan itu langsung muncul rasa bersalah.

Sampah anorganik yang biasa saya temui di rumah bukan cuma berbahan plastik, tapi ada juga kertas, kaca, kemasan alumunium (bungkus biskuit, deterjen, dll).

Memilah sampah dan menyendirikannya itu baru langkah awal recycling. Ga terbayang bagaimana ribetnya mendaur ulang dari hulu sampai hilir.

Bau Busuk Sampah dan Langkah Kecil yang Bisa Kita Lakukan untuk Mendukung Daur Ulang Sampah 


Saya terbayang-bayang bagaimana tiap pagi pak sampah bertugas mengambili sampah dari rumah-rumah sambil pakai sarung tangan, kadang pakai masker juga.

Pasti bau, tuh sampah. Sedangkan sampah yang bau itu pasti sampah organik yang membusuk.

Kalau sisa-sisa bahan organik yang nyantel di kantong plastik misalnya kita singkirkan dulu, tentunya sampah itu ga akan sebau biasanya karena ga ada yang membusuk di sela-selanya.

Saya juga membayangkan beratnya pekerja bagian recycle saat harus memilah sampah anorganik yang di dalamnya ada bahan organik yang membusuk.

Siapa, sih yang suka sama sampah? Rasanya kita berutang budi banyak kepada pahlawan sampah yang mau ngambilin sampah orang lain tiap hari dan berhadapan dengan bau busuknya.

Belum lagi penampilan sampah yang tercampur bahan organik itu seringkali bikin mual.

Benar apa betul???

Jadi setidaknya saya ingin sedikiiit saja bisa membantu pak sampah dan timnya ini dengan tidak menambah beban mereka menghadapi bau busuk sampah.

Nah, kalau sampah organiknya dipisahkan, terus apa tidak bau?

Ya tetap bau kalau busuk.

Jadi gimana solusinya?

Komposter!

Saya baru mulai bikin komposter ini. Bisa dibilang komposter adalah jugangan mini, solusi bagi rumah tanpa halaman.

Saya baca dari berbagai blog, lihat video di YouTube tentang bikin komposter ini. Saya bandingkan satu metode dengan metode lain.

Ada yang cuma untuk menghasilkan kompos, ada juga yang bisa menghasilkan pupuk cair.

Saya putuskan pakai metode paling gampang karena, ya baru itu yang saya bisa.

Wadah komposter yang saya pakai kecil. Bekas wadah biskuit bertutup.

Saya sadar sih dengan ukuran segitu ga bisa menampung banyak sampah organik. Tapi, ayolah dicoba.

Intinya, wadah saya bersihkan, lalu lubangi bagian bawah dan tutupnya. Di bagian dasar saya isi batu kecil-kecil dan potongan batu bata, lalu tanah selapis, baru diisi sampah organik. Tutup lagi dengan tanah.

Kalau ada sampah lagi, isi lagi, tutupi tanah lagi.

Tanah di sini berfungsi untuk mencegah bau busuk keluar.

Oya, sampah yang saya masukkan ke komposter ini berupa sisa makanan, sampah dapur seperti kulit bawang, cangkang telur dan batang sayuran yang tidak ikut dimasak.

Belum banyak yang bisa saya ceritakan soal komposter ini karena baru mulai. Teman-teman yang tertarik bisa mulai bareng sama saya. Yuk, kita ringankan beban Bumi dengan memilah sampah dari rumah.

Langkah Kecil Dari Rumah Untuk Daur Ulang Sampah


Memilah sampah itu tindakan sederhana tapi butuh keyakinan untuk menjalankannya. Kalau kita ringkas, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
  • Mengurangi jumlah tas plastik di rumah dengan cara membawa tas belanjaan sendiri atau memanfaatkan tas plastik yang ada di rumah,
  • Mengurangi membeli barang berkemasan plastik dengan ukuran kecil atau sachet,
  • Membersihkan sampah plastik dari sisa bahab organik yang tertinggal di dalamnya,
  • Memisahkan sampah plastik dan yang mengandung plastik dari sampah organik,
  • Melakukan pengolahan sampah organik sebisa mungkin,
  • Konsisten.
Ada yang mau ditambahkan lagi? 

Poin terakhir sangat penting. Konsisten itu ada dua pilarnya menurut saya. Keduanya harus ditegakkan. Satu, melakukannya secara terus-menerus. Dua, mengabaikan suara negatif yang muncul.

Yuk, kita mulai memilah sampah plastik! Andil kecil kita akan jadi besar bila dilakukan bersama.







Related Posts

8 komentar

  1. Keluargaku dl juga make metode jugangan mba... Buat lubang di kebon...gali, tutup..begitu seterusnya. Dan metode ini yang hampir dilakukan semua masy pedesaan. Waktu itu, sampah plastik blm sebanyak sekarang... Masih lumayan "sehat" untuk periode 20 tahun ke belakang. Tp klo sekarang?? Memilah memang yang paling bijak...

    Klo yang bisa dimanfaatkan kembali, manfaatkan kembali... Sisanya, biarkan di daur ulang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu belum separah sekarang ya. Kalau bisa punya jugangan, sekarang tetap harus memilah sampah dulu.

      Hapus
  2. Saya sedikit juga melakukan hal itu
    Walau hidup diperkotaan tidaklah mudah menyeleksi sampah
    Ya karena membuang sampah secara kolektif itu.
    Paling tidak ya misalkan botol bekas mineral saya pisahkan.
    Mengurangi penggunaan kantong plastik
    Termasuk beli yang sachetan kecil-kecil itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Langkah kecil, tapi kalau konsisten insya Alloh bisa berhasil.

      Hapus
  3. Sampah plastik ini memang membuat posisi saya serba salah. Di satu sisi, saya dan keluarga belum bisa menghindar sepenuhnya dari produk plastik, termasuk juga tas belanjaan plastik. Sementara di sisi lain, kami sadar bahwa sampah plastik ini tak bisa diurai kecuali dimanfaatkan untuk membuat produk lain (daur ulang).

    Terima kasih untuk idenya memperlakukan plastik Mbak. Saya coba diskusikan bagaimana sebaiknya kami berdayakan tas plastik bekas belanjaan ini selanjutnya dengan istri di rumah. Salam kenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kondisi yang sama di mana-mana, mas. Untuk punya alat pendaur ulang masih belum terbayang oleh saya. Setidaknya untuk saat ini baru langkah kecil ini dulu.

      Salam kenal kembali

      Hapus
  4. Saya masih PR banget memilah sampah, udah malas duluan hahaha.
    Mungkin karena saya nggak suka banyak benda numpuk gitu, ada banyak plastik bungkus berbagai produk makanan, kayak minyak, yang saya cuci trus keringkan, lalu saya risih sendiri, jadi kek tempat pemulungan aja rasanya hahaha.
    Alhasil, saya suruh si kakak buat main-main isi pot sama tanah :D

    BalasHapus
  5. Artikel yang menarik mbak. Saya juga dari dulu berpikiran untuk memisah sampah organik dan anorganik. Untuk yang anorganik, dipisah lagi menjadi plastik tebal, kaca, kertas, dan sampah biasa(tissue atau plastik bungkus). Namun memang masih rencana, memang memulai itu yang cukup susah, apalagi ditambah konsisten. Semoga saya bisa segera memulai kebiasaan ini.

    BalasHapus

Posting Komentar