KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

UGM, Ke Sanalah Saya Ingin Kembali

23 komentar
Sepuluh tahun sudah saya meninggalkan Jogja. Menjadi orang luar Jogja dan hanya bisa menengok kampung halaman tercinta ini beberapa kali dalam setahun. Tak mengapa. Momen pulang kampung adalah suatu anugerah karena jika tak pernah berjauhan, mungkin sulit merasakan rindu untuk berdekatan.

Momentum pulang kampung yang termutakhir, kami manfaatkan untuk berkeliling kota Jogja ke tempat selain tujuan wisata. Sasaran kami pada liburan lebaran lalu adalah keliling UGM! Ya, mengunjungi Universitas Gadjah Mada, tempat saya pernah menimba ilmu di sudut Timur Lautnya.

Kunjungan kami ke sana menjadi ajang memupus rindu dendam saya pada Kampus Biru ini. Menyaksikan kemegahan bangunannya, luasnya jejeran fakultas, rimbunnya pepohonannya, lengkapnya fasilitasnya, anggunnya masjidnya.

Saya memuaskan diri menelusuri tiap sudut UGM yang pernah saya singgahi, yang merekam jejak hidup seorang Diah. Ah, sulit rasanya merangkai kata jika sudah melankolis begini.

Meski begitu, sayang sekali kami sekeluarga hanya bisa menikmati memori penuh haru-biru itu dari luar saja. Kenapa? Apa karena kampus UGM sekarang sudah dipagari semua?

Iya, tapi ada sebab lain yang cukup konyol untuk diceritakan. Tapi, baiklah, saya sampaikan di sini.

Cara Masuk Ke Lingkungan Kampus UGM

Bunderan UGM cukup sepi kala itu. Maklum, masih bulan puasa. Kampus UGM sudah memasuki masa libur lebaran. Kami sekeluarga memutari Bunderan, berbelok ke Utara dengan maksud masuk lewat pintu gerbang.

Berhubung belasan tahun lalu saat saya baru lulus, Kampus Ndeso ini tak berpagar, saya ragu untuk melanjutkan masuk. Ada satu mobil di depan kami yang mungkin juga bertujuan sama. Kami mengikuti mobil itu. Eh, ternyata mobil itu berbelok tak jadi masuk lewat portal yang berpenjaga. Ragu-ragu, kami pun ikut balik kanan.

"Jangan-jangan pakai kartu tanda anggota," kata saya tak yakin.

"Ya sudah. Keliling lewat luar saja," itu keputusan suami saya.

Jauh-jauh dari Madiun, gagal keinginan saya melalui Boulevard UGM dan berfoto di sana. Padahal saat itu langit cerah biru. Sungguh cantik diajak berfoto bersama mengulangi foto saya 17 tahun lalu ini:

Universitas-Gadjah-Mada
Foto dengan kamera manual (2001)

Tak bisa masuk, berarti cita-cita saya memandang dari dekat gedung Balairung UGM juga sirna. Dulu saya sempat berfoto di sana lengkap dengan toga sarjana kebanggaan. 

Balairung yang gagah dipadu langit biru nan ceria dan senyum bahagia kala itu sungguh patut diulang kembali. Mengambil lagi jejak yang tertinggal di tangga berpagar merah itu. Masih pantas, kan, walau saya sudah menjelma menjadi ibu-ibu?

Balairung-ugm
Balairung UGM (ugm.ac.id)


Sekembalinya dari Jogja, saya bertanya di grup WhatsApp alumni tentang cara masuk ke kampus UGM versi zaman now.

Ternyata, oh ternyata, masuknya itu ya lewat portal-portal yang ada.

"Perlu ninggal sesuatu, ga?" tanya saya di grup.

Siapa tahu harus ninggal KTP atau apa begitu.

"Nggak," jawab seorang teman.

"Pas masuk diberi karcis. Nanti pas keluar tinggal diserahkan lagi."

Ooo...begitu aturannya.

UGM, Sungguh Saya Ingin Memotret Kenangan Yang Baru Di Sana


Sungguh, jika bisa ke sana lagi saya harus membawa kamera yang mumpuni. Rasanya ingin membuat foto 'before-after' tapi minus teman-teman saya. Tak apa, nanti bisa saya bagikan kepada mereka lewat media sosial. Sebagai bonus, saya bisa menambahkan video juga biar tak hanya foto yang berbicara soal rindu.

Cekrak-cekrek dan syuting di UGM bersama keluarga, semestinya tak sulit. Tak perlu pakai kamera segala, cukup dengan ponsel. Asalkan ponselnya punya kamera yang andal dan punya ruang penyimpanan yang besar biar acara ambil foto dan videonya tak terkendala. Dua itu saja deh, bagi saya sudah cukup. Sederhana, ya?😄

Masya Alloh...kalau sudah merekam banyak video di UGM nantinya lalu saya unggah ke channel YouTube saya.

Untuk video, sebelum diunggah, saya biasa pakai aplikasi edit video. Ya, dipotong dulu bagian yang kurang bagus, di-voice over, ditambahi judul dan juga teks pendukung lain. 

Bukan Hanya Kenangan Yang Kami Cicipi Di UGM, Tapi Kami Juga Menanam Harap Di Sana

Misi kami menelusuri UGM bukan hanya soal romantisme masa lalu. Kami punya tugas lain, yakni menanam harapan di sana bagi penerus kami: si Tiga D.

"Ini kampus UGM. Kampus terbesar di Jogja dan salah satu kampus terbaik di Indonesia." Demikian kami memanas-manasi jagoan-jagoan kecil kami.

"Lihat gedungnya. Itu laboratorium, di sana gedung olah raga, itu perpustakaan, di sebelah sana gedung untuk wisuda, itu masjidnya."

"Mau belajar apa, tinggal pilih. Banyak jurusan tersedia di sini."

Begitulah perjalanan kami hari itu disisipi dengan harapan, dorongan dan doa. Siapa tahu, anak-anak kami bisa juga belajar di UGM.

"Dan yang paling penting, Nak. Kalau kamu kuliah di sini, tidak usah ngekos. Cukup nginap di rumah Eyang saja."

Ya, bagaimanapun pada akhirnya faktor ekonomi ikut bicara.

Teman-teman ada juga yang punya kenangan di UGM? Manis atau manis? 😄Boleh dong berbagi cerita serunya di sini. Saya tunggu lho. Yuk, yuk.


Related Posts

23 komentar

  1. Muleng dengan 128 GB....dan ga bakalan ketemu lagi dengan notifikasi "ruang penyimpanan and hampir penuh. ."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hooh lis. Paling sedih ketemu sama kalimat itu. Mbok yao bikin kata-kata lain gitu ya. Misalnya, "ruang penyimpanan masih banyak lho. Mau simpan memori masa lalu apa masa depan?" *eh*

      Hapus
  2. Balasan
    1. Iya, mbak. Walau sekarang tampilan boulevardnya sudah beda banget, tapi tetep pingin berfoto di sana.

      Hapus
  3. Jadi ceritanya bernostalgia nih mba hihi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak. Satu-satunya cara masuk ke UGM lagi ya cuma itu. 😄

      Hapus
  4. Aduh, jadi baper deh mba. Sayang banget ya gabisa foto, saya kan jadi penasaran perbedaan antara foto jadul sama yang baru hihi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga, mbak. Sudah optimis karena pasti kampus lagi sepi karena liburan. Eee ga tahunya ga bisa masuk😅😅

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  6. Aduh pasti ser banget deh mbak zaman-zaman masih kuliah dulu ya. Apalagi di kampus seterkenal itu. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Senang, mbak. Walau setelah lulus tetap harus berhadapan dengan realita 😅

      Hapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  8. Tetangga Saya dosen disana dan hampir semua ponakannya kuliah disana.

    Kalau udah kuliah di UGM kayaknya kok keren banget gitu ya mbak. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jurusan apa, mbak tetangganya?

      Bagian dari sejarah hidup, mbak 😃

      Hapus
  9. tempat yg memiliki kenangan tak terlupakan, membuat kita ingin kembali kesana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak. Apalagi kalau kuliahnya 5 tahun lebih 😁😁

      Hapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  11. Perasaan saya kiranh lebih sama, Mbak terhadap almamater. Padahal sekota lho tapi koq setiap melihat/melintas atau masuk, koq ya rasanya mengharu biru gitu. Nostalgia 90-an berputar kembali di memori trus bawaannya mau motret saja 😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyes, mbak. Dulu pas masih di Jogja dan UGM belum dipagari, kadang menyempatkan diri masuk kampus dulu 😃

      Hapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  13. Waahhhh.... seneng ketemu alumnus kampus yang samaaa, bedanya aku masih di jogja aja mbak, nggak pergi kemana-mana,,,
    .
    Kalau back to campus, jangan lupa bikin stok foto banyak...
    .
    .
    Kunjugi rumah maya ku juga ya mbak, makasih... :)

    BalasHapus
  14. Banyak orang bilang Anak UGM itu pinter pinter banget, pemikiran kritis. Apalah saya yang cuma anak lulus STM ^^

    BalasHapus

Posting Komentar