Kantor suami saya adalah rumah mendiang mertua (semoga Alloh menyayangi mereka berdua) yang disulap jadi kantor. Pegawai baru ataupun pegawai lama yang diundang untuk keperluan training, rapat, dsb memang bisa menginap di sana. Pun suami saya biasa kerja hingga larut malam di sana karena ada kamar untuk beristirahat. Sebagai calon pegawai, Adit juga dapat fasilitas kamar di kantor. Sudah seminggu lebih dia di sana menjalani training.
Adit ini masih ada hubungan darah dengan kakak ipar saya. Dia adalah sarjana teknik yang lebih memilih bekerja sebagai kuli daripada bekerja di bidang teknik (saya bukan meremehkan pekerjaan kuli, namun dengan kapasitasnya seyogyanya dia bisa mewujudkan harapan orang tuanya). Umurnya hampir 30 tahun, masih lajang dan punya kesulitan berkomunikasi di dunia nyata. Ponsel bagaikan pengganti mulutnya. Lelaki ini bermasalah dengan kehidupan sosialnya. Orang tuanya cukup terpandang tetapi merasa kewalahan menanganinya. Oleh karena itu dia dikirim untuk dididik agar jadi manusia sungguhan di perusahaan tempat suami saya bekerja.
Kembali ke adegan Adit tak kunjung kembali tadi. Ternyata semalam suntuk lelaki itu tidak kembali ke kantor. Pun sepanjang pagi hingga siang hari. Tidak ada kabar berita, tidak ada tanda-tanda. Seisi kantor bertanya-tanya, ke mana dia? Ipar saya, tantenya, akhirnya mendapat kabar bahwa keponakannya itu SUDAH kembali ke rumahnya yang berada di pulau lain! Tanpa memberi kabar apapun ke kantor! Tidak sms, tidak WA, apalagi telepon! Bayangkan, laki-laki itu bertingkah bagai anak kecil.
Saya geleng-geleng kepala, heran berlipat-lipat. Sungguh memprihatinkan. Usia nyaris 30 tahun itu tak lagi muda, lho. Seharusnya bisa bertanggung jawab. Naudzubillaahi min dzaalik.
Suami saya bercerita bahwa bukan Adit saja yang seperti itu, kakak dan adiknya juga mirip-mirip begitu. Sungguh ironis. Di mana letak salah asuhnya? Berdasarkan pengamatan ipar saya, salah asuhnya adalah di kontrol pemuasan diri. Dia dibiasakan anteng di rumah, asyik dengan mainannya daripada bermain dengan teman-temannya di luar. Dari pembiasaan itulah dia merasa sudah cukup hidup dengan diri sendiri tanpa perlu membangun hubungan dengan manusia lain. Astaghfirulloh. Mengerikan, ya? Bayangkan kalau setengah dari anak-anak kita seperti itu karena asyik dengan gadget. Hancur bangsa ini jadinya.
Ipar saya bertuah, jadi orang tua itu harus bijaksana. Jika dijabarkan seperti ini:
- Jangan senang bila anak diam saja di rumah. Beri mereka kesempatan untuk bersosialisasi di luar secara fisik di dunia nyata. Dorong mereka agar keluar untuk bermain.
- Beri batasan waktu bermain di luar yang jelas, contohnya saat sholat dan makan harus di rumah, saat ujian tak boleh bermain di luar.
- Jangan biarkan anak asyik sendirian dengan permainannya. Libatkan adik atau kakaknya dalam permainan.
- Batasi pemakaian gadget dan jangan biarkan anak mojok main gadget sendirian.
- Orang tua harus tegas dan melibatkan diri dalam kehidupan anak-anaknya. Orang tua yang sibuk dengan dunianya sendiri adalah panutan buruk bagi anak-anaknya.

Gambar dari http://family.fimela.com/anak/cerdas-aktif/pendidikan-anak-tepatkah-memberikan-gadget-untuk-si-kecil-130410m.html
#
Fiuh...PR buat para orang tua dan sentilan bagi yang merasa dirinya seperti si Adit. Adit, Adit, kamu itu lelaki yang...ah, entahlah. Bangun, Dit, bangun. Jangan kau korbankan masa depanmu!
adit adalah cowok yang sakkarepe dewe....
BalasHapusSalah asuhan bener ya. Naudzubillaah.
Hapusbener Mbak. gadget itu merusak anak-anak walau bayak yang bilang banyak manfaatnya. saya lebih senang anak-anak main di luar daripada cuma di kamar terpaku dengan gadgetnya. Adit ini pasti hidupnya dulu dimnaja, jadi tumbuh tidak dewasa, dan masih bertingkah kayak anak kecil. kalau belum berubah, kasihan yang akan jadi istrinya (kelak)...
BalasHapusZaman Adit kecil belum marak gadget, paling games. Lha sekarang? Ngeri ya Mbak.
HapusEgois banget ya, Mbak.. -_-
BalasHapusEh Mbak Beby. Lama ga jumpa. Entah itu apa namanya Mbak. Egois bisa juga. Naudzubillaah.
BalasHapusEmang ya mendidik anak itu susah2 gampang. Kelamaan keluar rumah, bikin bete. Ngendon di rmh terus juga efeknya negatif. Harus seimbang sih sebenarnya.
BalasHapusLaki-laki yang aneh...*tepuk jidat ndiri..
BalasHapusYa ampun. Sampai segitunya yah. Serem
BalasHapusWiih serem ya, ortunya ga mau capek ya akhirnya sudah besar kayak gt. Segala sesuatu memang harus berimbang. Anak sy boleh main gadget maksimal 2 jam sehari itupun bukan cm game, ada belajar bhs arab, kuis pengetahuan jg. Selebihnya dia main sepeda sama teman2nya
BalasHapus*geleng-geleng
BalasHapusmasa untuk pamit aja ngga bisa? kalah sama anak TK nih...
menurut saya, main gadget sih ngga masalah asal ngga berlebihan. dan yang paling penting, komunikasi antara orang tua dan anak tetap terjalin dengan baik.
harus seimbang Mbak. selain main betulan dan ngegame, anak juga perlu dibelai dan dikitik-kitik. hehe
BalasHapusWaduh ngeri bgt kalau spt itu ya. Smp tua akan spt itu
BalasHapus