KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Film Anak Yang Baik

10 komentar
Kebanyakan anak-anak suka nonton film. Maka film untuk anak pun menjadi bisnis yang menjanjikan. Ada film yang bagus, bagus banget, ada juga yang jelek dan jelek banget. Nah, film anak yang baik itu yang seperti apa, sih? Menurut hemat saya ciri-ciri film anak yang baik itu adalah yang:

Ada Orang Tuanya
Ada orang tua dalam film anak. Menurut saya ini penting. Orang tua itu panutan, pelindung dan pengayom bagi anak. Tanpa kehadiran orang tua, film anak menjadi berbahaya. Siapa yang akan menjadi penengah kala ada konflik, misalnya.

Tapi jangan salah, orang tua di sini bukan berarti orang tua si tokoh betulan. Bisa jadi tokoh lain yang berperan sebagai sosok orang tua. Misal di film yang tokohnya mobil. Mobil mana punya orang tua? Nah, di sini ada sosok yang berperan sebagai ibu dan ayah.

Sosok orang tua pun tak selalu harus tampil di layar. Di film Charlie and Lola, misalnya, ayah dan ibu tak pernah digambarkan muncul, tetapi ada. Mereka bisa membuat keputusan dan menjadi tempat anak bertanya. Di sana cukup digambarkan dengan dialog antara Charlie dengan Lola yang mengutip perkataan ibu mereka. "Ibu menyuruh kita bergegas." Keren, ya.

Versi Bahasa Inggrisnya juga seru, bisa dipakai untuk mengajar Bahasa Inggris yang menyenangkan untuk anak SD.

Sumber: wikipedia


Tokoh Nakalnya Tidak Abadi
Dia lagi, dia lagi yang nakal. Hari ini nakal, lalu dapat hukuman, minta ampun, eh...besoknya nakal lagi. Akrab dengan yang begini? Iya. Coba deh bayangkan dampak yang timbul pada penonton anak. Bisa jadi anak menganggap proses menjadi baik itu sulit atau tak perlu. Nakal itu asyik! Apalagi kadang si nakal digambarkan bertingkah konyol dan jadi bahan tertawaan. Bikin orang tertawa itu kan baik. Nah, lho.

Jangan, dong. Tokoh berbuat nakal itu wajar saja, tapi harus segera dikisahkan bertaubat, berhenti nakalnya agar menjadi panutan bagi anak-anak.

Tokoh Baiknya Boleh Berbuat Salah
Jengah juga kan lihat tokoh baiknya nggak pernah salah. Beneeer terus. Baiiik terus. Dipujiii terus. Mana ada? Tokoh baik boleh kok khilaf. Yang penting ada penyesalan dan perbaikan. Ini untuk memberi contoh nyata kepada penonton bahwa kadang si benar pun bisa salah. Manusiawi, gitu.

Ini juga mengajarkan kepada anak bahwa hidup tak selalu datar. Ada kalanya si tokoh baik terpeleset masuk ke lubang kesalahan. Anak juga perlu belajar bahwa ada cara untuk kembali baik setelah nakal. Penting banget, kan?

Dialognya Santun
Kesal juga kalau tiba-tiba anak kita mengumpat. Siapa yang ngajarin? Setelah kita telusuri ternyata kosakata ajaib itu berasal dari TV! Huaduh! Kecolongan! Film anak yang baik, meski menggambarkan tokoh jahat atau nakal, tak perlu memakai dialog yang tidak santun. Saya kira bisa kok diakali dengan mimik wajah atau bahasa tubuh yang menggambarkan rasa ingin mengumpat, misalnya. Tapi jangan juga kemudian memunculkan gerakan tubuh yang memicu rasa benci seperti misalnya mengepalkan tinju ke arah tokoh lain.

Santun berarti juga tidak mengolok-olok. Sedih rasanya melihat film anak yang isinya mengejek keadaan fisik seseorang, baik secara verbal maupun nonverbal.

Bebas dari Pornografi
Jelas dong ya. Film anak itu harus bebas dari pornografi. Sekecil apapun. Seperti pakaian yang mengekspos sisi sensual, adegan peluk-pelukan, cium-ciuman, gandeng-gandengan, berdua-duaan. Bahkan kalaupun diganbarkan adanya orang tua yang rukun dan mesra, tak perlu menampilkan adegan-adegan itu.

Tanpa Sihir
Sihir pada hakikatnya adalah perbuatan buruk. Sayangnya, sihir di film anak kadang ditempatkan sebagai hal yang mulia. Mulia karena digunakan untuk membantu sesama. Sekali lagi, sayangnya sihir digambarkan begitu memesona misal dengan kilatan cahaya yang indah. Begitukah sihir? Serupa dengan permainan kembang api?

#

Hmm...susah amat ya bikin film anak yang baik. Tergantung cara pandang si pembuat juga. Kalau dengan pembatasan-pembatasan itu membuat para kreator film merasa terkungkung, ya jadi sulit. Lain halnya jika batasan ini dianggap sebagai tantangan, makin terpaculah kreativitas. Mirip dengan iklan rokok lah. Itu kan juga dibatasi banyak rambu, nyatanya bisa bikin juga, bahkan beberapa di antaranya memorable. Saya bukan pendukung (iklan) rokok lho ya. Cuma sebagai contoh saja.

Dari ciri-ciri film anak yang baik tadi, jika kiranya dalam sebuah film terdapat 90% dari ciri film anak yang baik, menurut saya bolehlah dikatakan film itu bagus. Kalau menurut pendapat teman-teman, apa ciri film anak yang baik? Boleh dishare di sini. Yuk, yuk.

Related Posts

10 komentar

  1. tipsnya menarik, nih, saya termasuk yg suka nonton, kadang bingung mau nonton yg mana setiap kali ada anak didik saya ngajakin nonton bareng. harus dr jauh hari saya lihat trailer, lihat jalan cerita dsb. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waw bagus sekali langkahnya, mas. Antisipasi itu penting ya. Dan menjadi orang yang dituakan itu juga harus up-to-date terus biar tidak keliru ya.

      Hapus
  2. AH, sinetron2 anak2 itu nyebelin Mak .. banyak yang mengabaikan poin2 di atas. Kalo ada yang jahat ya jahat terus, gak kapok2 :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya begitulah, mak. Sudah nggak kapok, hatinya tertutup tapi populer. Gimana coba?

      Hapus
  3. FIlm anak-anak, yg mendekati dunia anak-anak sebenarnya ya Ipin upin itu mbak. Kalau sinetron, meskipun diklaim sbg sinetron anak-anak, tapi tetap saja unsur tidak anak-anaknya dominan diterapkan tokoh anak-anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak. Upin Ipin tergolong film anak yang baik. Namun ya namanya anak, tetap harus didampingi saat nonton.

      Hapus
  4. memang idealnya untuk anak-anak tuh seperti yg diceritakan di atas , tapi aku sih suka memberitahu kalau itu gak bener jangan diikuti. Karena bagaimanapun anak harus mampu melihat sesuatu yg gak benar dan mampu mengatakan kalau itu gak bener dan gak patut ditiru. Jadi setelah besar dia semakin pandai memilah-milah mana yg bisa ditiru mana yg gak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Idealis ya, mah. Betul kata mamah,.ada kalanya yang tidak ideal itu menjadi salah satu sumber ilmu baru, yaitu ilmu mengenali yang buruk dan mengatur langkah untuk menghindarinya.

      Hapus
  5. idealnya seperti itu. tetapi kadang mau tak mau harus berhadapan juga dengan sebaliknya. Justru momen ini yang saya gunakan untuk menerangkan kepada anak-anak bahwa ini tidak baik, tidak sesuai Islam, dan bla-bla lainnya. Mudah-mudahn pesan saya yang kena di mereka ya, bukan pesan filmnya. Tapi tetep harus ngedampingi anak dalam menonton film walau pun film anak-anak (katanya)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, mbak. Anak juga prlu jurus mengatasi keburukan ya. Sekaligus mengenalkan kepada anak bahwa dunia ini tidak ideal. Pendampingan merupakan cara yang tepat untuk menanamkan nilai kepasa anak. Meski begitu, di film yang baik pun bisa dibuat tidak ideal yang kemudian diikuti solusinya.

      Hapus

Posting Komentar