Melihat kembali perjalanan catatan saya di blog ini selama 2014 sungguh menarik. Blog ini masih muda, banyaaak sekali kekurangannya, tapi saya bersyukur dapat mengelolanya.
Apa yang paling menarik dari catatan saya selama 2014? Hmmm...sulit menentukannya karena setiap tulisan punya sejarah kelahirannya sendiri. Ada yang berhasil saya tulis dengan cepat, ada yang berhari-hari masih berupa draft saja. Ada yang sambil meledak-ledak, ada juga yang ditulis sambil berurai air mata. Ada yang ditulis dengan konsisten, ada juga (baca: banyak juga) yang slank-an. Namun satu yang sama: semua ditulis menggunakan bahasa yang se Indonesia mungkin. *tidak baku banget*

Gambar dari natgeotv.com/za/cosmos-a-spacetime-odyssey
Bermimpi, berkhayal, berfantasi, bercita-cita, itulah yang saya rasakan kembali. Hidup terasa lebih penuh makna. Tapi bukan cuma itu. Menurut saya kedudukan ilmu astronomi di masyarakat masih dipandang sebelah mata. Pentingnya ilmu ini baru terasa dan dibahas ramai-ramai saat penentuan tanggal 1 bulan-bulan khusus di tahun hijriyah. Selebihnya ia dilupakan.
Kenapa, ya? Soal biaya, saya kira. Ngapain sih mikir pergi ke bulan kalau makan aja masih susah? Begitu kira-kira pendapat sebagian orang. Padahal kalau nantinya diajak bicara tentang ilmu gastronomi juga keluarnya pendapat yang serupa. Mau makan aja kok disuruh mikir? Hahaha... Sudahlah. Negara lain sudah mikir untuk pergi ke Mars bahkan bisa sampai mendaratkan robot peneliti di komet kita masih sibuk gontok-gontokan soal perut.
Rasanya ingin sekali ilmu atau pengetahuan tentang astronomi tidak hanya berhenti di film-film. Astronomi pada dasarnya adalah sains.
Kembali ke tulisan saya tadi. Sebetulnya niat saya waktu itu ingin membuat catatan khusus tentang kosmos. Setelah tulisan itu tadi saya sudah membuat draft resensi minggu pertama acara itu. Sayangnya saya tak bisa menyelesaikannya.
Sains sendiri menanamkan sifat rendah hati. Mengapa? Sebab sains terbuka pada adanya penemuan baru. Bisa jadi teori yang dulu susah payah ditemukan kini terbantahkan. Pun jika kemudian datang teori baru yang lebih ilmiah, sains menerimanya dan meninggalkan teori lama. Sikap seperti inilah yang saya kira penting bagi masyarakat: rendah hati, terbuka pada perubahan dan bersedia menerima hal baru yang lebih baik dengan lapang dada, tanpa merendahkan harkat dan martabat penemu teori sebelumnya.
Kembali ke tulisan saya tadi. Sebetulnya niat saya waktu itu ingin membuat catatan khusus tentang kosmos. Setelah tulisan itu tadi saya sudah membuat draft resensi minggu pertama acara itu. Sayangnya saya tak bisa menyelesaikannya.
Barangkali inilah kekurangan tulisan Sabtu, 15 Maret 2014, Pukul 21.00 WIB itu. Tulisan itu hanya berhenti pada tahapan terpesona, baru sampai tahap ngiming-imingi, belum mengedukasi. Saya kira, lain kali jika ada serial TV yang bagus dan mendidik ada baiknya saya tulis seutuh mungkin dari seri ke seri. Atau jika tak memungkinkan, setidaknya saya bisa buat rangkuman keseluruhan acara itu sehingga ada manfaatnya bagi pembaca yang mungkin tak punya akses menonton acara itu. Ah, blogger yang baik. Semoga saya bisa menjadi yang seperti itu.
iya ya mba, seharusnya jika memang ada hal yg bagus utk ditulis, lebih baik ditulis, supaya ketika kita membacanya lagi, akan kembali ingat hal tsb
BalasHapusbetul mbak. jadi bisa bermanfaat lebih lama ya
HapusUntuk urusan 'astral', sepertinya kita umumnya masih jauh lebih gampang terpikat dengan astrologi atau malah yang ala 'dunia lain' ya.
BalasHapusOya, untuk video tentang kosmos (universe), ada beredar yang dari National Geogrphic (banyak episode, beberapa seasons), atau versi yang lebih pendek dari Stephen Hawking (cuma 3 episode). Salam.
ahaha..dunia lain. iya mas, betul.
HapusSaya datang dan sudah membaca “Self Reflection” di blog ini
BalasHapusTerima kasih telah berkenan untuk ikut lomba saya ya
Semoga sukses
Salam saya
#48
terima kasih, Om.
BalasHapus