KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Pendidikan Anak Usia Dini Yang Ideal

"Aku nggak mau sekolah lagi," rengek si sulung di suatu pagi ketika dia masih belajar di TK, 3 tahun yang lalu.

Anak sulung saya ini memang istimewa. Tidak suka sekolah formal sejak saya kenalkan dengan Pendidikan Anak Usia Dini. Di TK pun dia lebih banyak 'tidak menurut' kepada ibu gurunya. Maunya maiiin saja.

"Kalau Mas nggak TK, nanti nggak bisa masuk SD. Kan nanti ditanya ibu guru SD, "Ijazah TK-nya mana?" jawab saya waktu itu. Dia pun mengangguk setuju melanjutkan TK-nya.

Saya pikir waktu itu saya membohonginya. Ternyata tidak juga. Berdasar peraturan Mendikbud, setiap anak Indonesia wajib menempuh pendidikan usia dini (PAUD/TK) setidaknya selama 1 tahun sebelum masuk SD.*

Nah, jadi nggak salah dong saya, hehe... Ya meskipun pas masuk SD tidak ditanya soal ijazah TK, tapi ditanya soal asal TK-nya. Sama aja, ya.

Baca juga: Ketika Anak Super Aktif Dinilai Sebagai Anak Hiperaktif

Nah, pendidikan anak  usia dini yang ideal yang berlaku pada anak usia 3-6 tahun itu yang seperti apa sih? Kalau melihat dari tata cara mendidik anak dalam agama, memang ada tahapannya. Pendidikan anak usia dini dalam Islam itu mengenal beberapa tahap, yang kalau boleh saya sebut sebagai tahap pengenalan dan pembiasaan yang diikuti dengan tahap mewajibkan pada jenjang usia yang lebih dewasa.

Seperti dalam hal sholat. Anak usia dini belum diperintahkan sholat 5 waktu. Perintah pengajaran sholat baru dimulai saat anak berusia 7 tahun. Hingga usia 10 tahun, anak belum dikenai kewajiban sholat. Ketika anak menginjak usia 10 tahun, barulah ia dikenai hukuman jika tidak mengerjakan sholat.

“Suruhlah anak kalian melakukan sholat ketika berumur 7 tahun, dan kalau sudah berumur 10 tahun meninggalkan sholat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara laki-laki dengan perempuan)” (Hadits Riwayat Abu Dawud dengan sanad hasan)

Tahap Pendidikan Usia Dini Dalam Islam Sebelum Dikenalkan Dengan Sekolah


pendidikan-anak-usia-dini-yang-ideal
Sumber gambar: koleksi pribadi


Memberikan Nama yang Baik
 Pendidikan usia dini dalam Islam sejak anak lahir dimulai dari pemberian nama yang baik. Nama adalah doa. Maka setiap orang tua diperintahkan memberikan nama yang berarti baik kepada anak-anak mereka, agar bagai lantunan doa, setiap kali orang tua memanggil nama anaknya, terulur pula doa orang tua bagi si anak.

Dianjurkan pula memberi nama panggilan yang baik. Janganlah memberi nama julukan atau panggilan untuk anak dengan nama yang buruk atau tak bermakna atau yang membuat malu, seperti Si Gendut. Panggillah dengan nama yang baik agar anak merasa dihargai.

Baca juga: Seorang Anak Dengan Banyak Nama


Memilihkan Lingkungan yang Baik
Pergaulan dengan teman dan tetangga jelas memberikan dampak pada pertumbuhan anak. Orang tua punya kewajiban memilih tempat tinggal yang baik bagi anak. Bukan saja rumahnya yang baik, tapi juga lingkungan sosialnya agar kelak anak mendapatkan teman-teman yang berkualitas. Cara paling mudah adalah dengan mengamati kegiatan muda-mudi di lingkungan itu sehari-hari dan kegiatan warga saat malam hari. Jika kegiatan malam hari di lingkungan itu lebih meriah dari pagi dan siangnya, hindarilah. Sebab sesungguhnya hanya orang-orang tekun yang membuka mata di pagi dan siang hari dan menutup mata di kala malam, bukan sebaliknya.

Memberikan Kasih Sayang dan Pengajaran Moral
Anak dilahirkan dengan membawa hak untuk dikasihsayangi. Tanpa perlu undang-undang pun semua anak harus memperoleh kasih sayang. Bentuk kasih sayang bermacam-macam, di antaranya dibimbing melatih keterampilan motoriknya, mendapatkan jam bermain yang cukup, dipenuhi kebutuhan lahirnya berupa pangan, sandang dan papan.

Pendidikan anak usia dini itu sendiri sejatinya merupakan pengajaran moral. Anak-anak diajari untuk mengenal dan membedakan antara hal yang baik dengan yang buruk. Anak belum dikenai hukuman atau dosa atas perbuatan buruknya, sebab anak belum dibebani kewajiban itu. Dikenalkan dengan konsep dosa dan pahala, tentu boleh, dengan tujuan agar timbul rasa tanggung jawab dalam dirinya.

Anak juga diajari berbicara sopan dan santun,diajari menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, dimintai dan dihargai pendapatnya juga mendapatkan toleransi atas kesalahan yang dilakukannya.

Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam di Sekolah

pendidikan-anak-usia-dini-yang-ideal
Sumber gambar: pixabay


Anak yang memperoleh pendidikan moral yang baik di rumah, ketika belajar di PAUD atau TK akan mampu menunjukkan keunggulannya. Di usia dini, anak sesungguhnya hanya belajar berinteraksi dengan orang lain sekaligus mempraktikkan yang sudah dipelajarinya di rumah. Di sekolah ada guru yang harus dihormati dan ditaati, ada teman yang harus dihargai dan disayangi. Konsep sekolah untuk anak usia dini menurut saya idealnya hanya seperti itu, sebab anak masih dalam usia bermain. Bagaimana dengan kegiatan calistung (baca, menulis, berhitung)?

Sebetulnya salah satu alasan anak sulung saya ogah sekolah di TK waktu itu karena ada kegiatan belajar calistung. Les, istilah yang dipakai ibu guru. Khusus bagi murid kelas B sebagai persiapan masuk SD.

Hmmm...zaman saya dulu, awal 80-an, belajar calistung ya di SD. Saya masih ingat dulu belajar menulis di kelas 1 SD. Dan nyatanya kemudian saya juga tidak ketinggalan pelajaran. Jadi, memang seyogyanya anak pra-SD jangan diajari calistung dulu. Perkenalan angka dan huruf, boleh saja, tapi tidak untuk merangkai huruf itu menjadi kata dan tidak menyusun angka untuk dihitung.

Menurut Mohammad Fauzil Adhim, seorang pakar parenting dan penulis, anak yang belum mampu membaca saat ia masuk SD, tetapi memiliki minat besar dalam membaca, jauh memberi harapan dibanding  anak-anak yang di usia dini telah memiliki kemampuan membaca yang  sangat bagus, sementara minat bacanya kurang.**

Menurut hemat saya, orang tua sebaiknya mencarikan sekolah yang sesuai dengan konsep pendidikan anak usia dini, di antaranya yang menekankan pentingnya sopan santun, bukan nilai akademis apalagi yang menjanjikan hasil didikan yang bombastis. Biarlah anak sesuai fitrah bermainnya dulu. Sayang sekali kalau potensi besar anak jadi menyusut setelah bersekolah hanya karena hasrat bermain dan bereksplorasi anak berkurang.

Bagaimana pandangan teman-teman semua tentang pendidikan anak usia dini yang ideal? Setuju dengan pendapat saya, atau punya pendapat lain? Boleh lho tinggalkan komentar di sini. Yuk, yuk!

Referensi:
*.    www.parentingclub.co.id/smart-stories/alasan-si-kecil-perlu-mendapatkan-pendidikan-anak-usia-dini
**.    Membuat Anak Gila Membaca, 2015, Mohammad Fauzil Adhim, Pro-U Media, Yogyakarta

Related Posts

15 komentar

  1. Anak saya TK dikasih PRnya tambahan pengurangan dst..:( waktu pertama masuk kelas dia seperti stres, selalu bilang ga bisa, gamau sekolah. sedih banget liat dia ga happy. mau protes ke sekolah ya gimana emang disana begitu, mau pindah sekolah yg memperhatikan kebutuhan anak kok ya deket rumah mahal2..

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah...kaget juga saya baca komentar mbak kania. semoga ke depannya ga gitu lagi, ya. kasihan murid-muridnya.

      Hapus
  2. sip setuju, anak saya cm tk setaun langsung sd, dan alhamdulilah di tknya tidak ada calistung yg rumit, hanya mengenal angka dan huruf saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. beruntung, mbak, dapat TK yang sesuai dan bagus.

      Hapus
  3. Di sekolahnya Alfi yang mau SD sudah diajari jari matika, ada lesnya juga. Tapi ndak ada PR, belajarnya hanya di sekolah. Tas nya isinya cuma bekal sama iqro/ Al Quran (yang ikut ekstrakulikuler mengaji).

    Tapi tujuan utamanya tetap pembentukan karakter anak dan mendidik sesuai minat dan bakat anak. Begitu kata gurunya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. tujuan utama TK/PAUD seharusnya memang untuk membentuk karakter anak saja ya, mbak. ada les berarti kayak TKnya damarojat.

      Hapus
  4. Paud anakku untungnya msh sesuai nih cara bljrnya. Mereka ga ajarin anak calistung, hanya huruf, dan sisanya kegiatan2 yg bisa melatih skill dan motorik anak. Belajar nari, nyanyi, trs jalan2 ke kebun binatang.. Yg kegiatan seperti bermain tp sebenernya mereka belajar juga di situ. Makanya aku seneng anakku di situ :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillaah, mbak kalau begitu. cocok untuk anak, ya. dan ga memberi beban lebih ke anak.

      Hapus
  5. Klo di sini..rata2 TK udah bljr mbaca mb..pke buku "BACALAH". Metodenya mirip2 iqra. Rata2 nanti lulus tk dah bisa mbaca lncar..

    Soalnya klo pas masuk SD nggak bisa baca..nanti keteter juga. Bukunya kan udah jauh beda sama buku kita dulu.
    Disini aku juga sering bingung...pemerintah melarang calistung di tk..tp pas SD..materinya tidak ada bagian yang " belajar membaca".

    Bahkan pernah dnger crita, krn pas kelas 1 si anak blm lncar mbaca..si wali kelas ngoyak2 ortunya untuk ngeles in anaknya membaca..biar bisa nututi yang laen.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener juga kata Mbak Sulis, kalau pemerintah melarang calistung di TK kenapa materi yang dikasih untuk anak SD dibuat seolah-olah anak sudah pandai membaca?

      Hapus
    2. nah itu blundernya. katanya ga boleh, tapi di SD udah advanced ya. harusnya konsisten. memang perlu kebijakan yang kuat dan pengawasan (aih, pengawasan) dari masyarakat secara terus-menerus.
      masyarakat sudah mulai kritis, tapi kenyataan di lapangan berbeda.

      Hapus
  6. Catatan penting untuk orang tua dalam menyiapkan pendidikan usia dini anaknya.

    Dari tk anak saya ngga dituntut calistung, hanya dikenalkan, sisanya bermain sambil belajar. Masuk SD belum bisa membaca lancar, alhamdulillahnya sekolahnya memang tidak menekankan akademik di kelas dasar 1-3. Sejalan usianya anak saya baru bisa lancar membaca di kelas 2 dan tambah semangat. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagus itu, mbak. menurut saya seyogyanya SD memang tidak menargetkan nilai akademis tinggi untuk anak kelas 1-3. setuju.

      Hapus
  7. anakku mada 3 bulan ini masuk paud, usianya belum genap 3 tahun, tujuannya untuk sosialisasi, maklum mada udah butuh bermain sama yg seumuran tetapi lingkungan tempat tinggal kurang menunjang

    BalasHapus
  8. Anakku udah 2 tahun sekolah sekarang mogok males sekolah, bosen kali ya

    BalasHapus

Posting Komentar