Jangan laki-laki yang menulis berita kriminal pelecehan seksual. Itu yang menjadi pikiran saya usai membaca berita perkosaan yang dibagikan seorang kawan saya yang seorang wartawan melalui facebook. Judulnya sungguh mengobok-obok perasaan terdalam saya. Isi beritanya pun sudah bisa ditebak, yakni kronologi kejadian, liputan keadaan korban pasca kejadian dan spesifikasi korban yang dikategorikan sebagai 'cantik'. Ah, mana ada perempuan yang ganteng? Semua perempuan cantik, kan, ya?
Gambar dari ardianputra3
Sesungguhnya saya tak ingin berkomentar pada tautan yang dibagikan kawan saya itu, namun saya merasa tidak nyaman, bagaimana mungkin kawan saya itu menyajikan berita kriminal, khususnya pelecehan seksual, secara tidak berkelas? Saya ingin berkata bahwa tulisannya tidak berbeda dengan cara penulis berita lain menyampaikan kejadian kriminal. Apakah memang resep menulis berita kriminal harus seperti itu: apa adanya (jika tak boleh dikatakan vulgar) dan tak memberi pencerahan apa-apa?
Tak jarang kita temui berita pelecehan seksual yang malah menyudutkan korban. Keterangan korban dijadikan senjata untuk melukai korban lagi secara verbal. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula!
Saya kira faktor subjektivitas penulis untuk melaporkan sebuah berita pastilah ada. Jika demikian, saya rasa sebaiknya berita kriminal ditulis oleh wartawati saja. Jangan laki-laki yang menulisnya. Saya yakin, empati yang dimiliki wartawati akan melahirkan pemaparan berita kriminal yang berbeda. Bukan faktanya yang menjadi berbeda, namun gaya penuturan dan sudut pandangnya yang berbeda.
Kalau semua berita kriminal khususnya pelecehan seksual dipegang oleh wartawati, saya yakin muatan berita menjadi lebih bernilai kemanusiaan. Lambat laun pembacanya pun akan memiliki persepsi yang serupa dengan sudut pandang si wartawati. Dengan demikian, diharapkan perilaku masyarakat pun turut berubah, dari yang antipati terhadap korban menjadi simpati. Bahkan mungkin tindak kriminal pelecehan seksual bisa berkurang ketika media massa tak lagi menyajikan berita kriminal yang vulgar lagi.
Bagaimana menurut Anda?
Saya sependapat mbak, tak sepatutnya berita yang disajikan melukiskan secara detail apa yang dialami korban wanita. Kadang membacanya membuat saya jadi ngeri sendiri, ngilu rasanya.
BalasHapusTapi Indonesia gitu, bad news is good news :(
Mrereka ingin beritanya meimiliki jual yag baik Jeng
BalasHapusSemestinya ada rasa empati kepada korban ya
Di media elektronik kan juga gitu urusan rumah tangga sekebritis juga dibahas blak-blakan dan anehnya pelakunya ada yang suka kalau menjelaskan masalah kekurangan dan tingkahlaku pasangannya
Salam hangat dari Surabaya
Mbak Destiany: iya mbak. bad news is good news. hhhh....
BalasHapusPakde: semakin dhuerrr beritanya makin cring2 tabungannya ya De.
betul mak Damar, saya setuju.. banyak berita pelecehan seksual yang ujung2nya menyudutkan pihak wanita..
BalasHapusiya mbak. yg ga melecehkan bisa ikut melecehkan waktu baca berita yg detil sedetil2nya itu. hhh....
BalasHapuswah pengaruh penulis ya, saya nggak merasakannya :D
BalasHapusAritunsa: setiap penulis hampir pasti punya cara pandang sendiri dan menuangkannya dlm tulisan. demikian jg dg penulis berita, walau seharusnya tdk begitu.
BalasHapus