Ada dua kejadian 'nampar' yang betul-betul berkesan buat saya. Yang pertama saat saya bersama dua orang teman mampir sholat di Masjid Kampus UGM. Ah, lagi-lagi kejadian lama. *maafkan*
Nah, di masjid yang teduh itu saya melihat seorang perempuan berjalan memeluk sajadah dan mukena yang dilipat di dadanya. Orangnya cantik, pakai gaun terusan
sedikit di bawah lutut dan lengan pendek. Yang mengganggu pemandangan saya adalah belahan dada yang lumayan terbuka.
Gambar dari http://m.kompasiana.com/post/read/578493/3/melihat-kemegahan-masjid-ugm-masjid-kampus-terbesar-di-asia-tenggara.html
Langsung saya nyeletuk,
"Hih, di masjid kok bajunya kayak gitu. Nggak sopan."
Salah satu teman saya yang saat itu banyak bergaul dengan bule-bule berkata dengan kalemnya,
"Ya siapa tahu dia itu muallaf."
Deg!
Iya, ya? Betul juga. Siapa tahu dia muallaf dan sedang belajar agama. Siapa tahu koleksi pakaiannya adanya ya model begitu.
Siapa sih saya ini kok berani betul menghakimi seseorang? Suci betul saya ini. Toh si mbak tadi sudah cukup tahu diri dengan memeluk sajadah di dada, barangkali agar tak mencolok terlihat.
Kejadian kedua berlangsung di jalan raya. Saya ini paling sebal kalau lihat pasangan berboncengan kelewat mesra di sepeda motor. Apalagi pelajar. Huh! Pingin njitak deh! Kecil-kecil dah berani begituan!
Nah, suatu saat saya melihat seorang perempuan memeluk super erat laki-laki di depannya. Mereka berboncengan. Saya yang ada di belakang mereka merasa risih luar biasa. Ini apaan, sih?! Siang-siang pula!
Didorong rasa penasaran dan mangkel, saya memacu motor untuk melihat dengan jelas. Sekalian mau saya pelototin, gitu. *jahatnya* Eh, ternyata...si perempuan tadi bukannya memeluk erat si lelaki, tapi memegangi kencang-kencang seorang anak kecil yang duduk di depan si lelaki.
Lah...ternyata mereka suami istri. Malu, nggak?! Maluuuu banget. Astaghfirullaah...
Ah, ketinggalan satu pelajaran lagi saya. Sepertinya dulu pernah diajari untuk tidak berprasangka buruk tapi kok masih lupa juga. Padahal sebagian prasangka itu adalah dosa.
17 Comments
hmmm..iya kita sering berprasangka walau dalam hati. Astagfirullah
ReplyDeleteAstaghfirulloh...
DeleteHi...hi, betul-betul mbak di.... Aku juga sering begitu. Kepo nya sering kumat...sukses ya GA nya,
ReplyDeleteKepo bikin keki ya
Deletebetul-betul-betul.. terkadang kita suka mendahulukan prasangka ketimbang logika..
ReplyDeleteHarus bamyak belajar ya mbak.
DeletePelajaran berharga tentang anjuran husnudzon ya Mak Diah. Smga kita bisa menjaga prasangka baik kita kepada orang lain. Nice share.
ReplyDeleteHusnuzhon memang berat ya mbak Vhoy.
DeleteMakasih ya Mbak sudah mengingatkan untuk tidak berprasangka.
ReplyDeleteFebriyanlukito.com
Sulit tapi penting ya mas.
DeleteHehehe, jadi ingat kalau jalan berdua suami sering dipelototi orang dikira pacaran sama yg nggak kenal. Ambil hikmahnya, masih keliatan muda, hahaha *dilempat duit*
ReplyDeleteSukses ya lombanya, mbak! ^^
Berhubung dikira pacaran ya udah pacaran aja mbak. :-D
DeleteWaah salut Mak, jujur ...
ReplyDeleteIya sih, kadang2 masih ada terbersit prasangka ... astaghfirullah
karena prasangka sebenarnya suka merugikan diri sendiri. Terima kasih sudah mengingatkan
ReplyDeleteLebih ke khusnudzon :)
ReplyDeleteThanks for reminds us ya, Mbak.. :D
ReplyDeleteAku pernah meluk kenceng adek sepupu yang cowok karena di tengah kami bawak adek sepupu laen yang masih kecil.. Mungkin orang mikir jugak bakalan kelewat mesra yah.. Hahah :D
Su'udzon itu seperti udah di setting default ke pikiran kita ya? Bawaannya negatiiif terus, kalau menurut saya su'udzon boleh aja, tapi harus langsung diikuti upaya ber khusnudzon... Dan memang kita harus selalu belajar :)
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar dengan baik dan sopan.
Mohon maaf, segala komentar spam, yang berisi link hidup atau yang menyebabkan broken link serta komentar yang mencantumkan identitas tidak jelas akan dihapus.
Komentar yang masuk tidak selalu saya balas.
Terima kasih.