Agustus biasanya berciri-ciri musim kemarau yang dingin, kering, dan berangin. Kalau kata Mas Kecil sih, supaya bendera merah putih bisa berkibar dengan indah. Betul juga. Bendera kalau cuma diam menunduk tidak disapa angin juga kurang menarik. Kurang berjiwa pula. Itu kata saya.
Menemani keanehan bendera yang hanya diam tepekur, tiba-tiba siang ini mendung menggelayut di langit. Wah, anomali! Akankah hujan?
Hujan di bulan Juni saja sudah aneh, ini malah mendung di bulan Agustus! Eh, tapi mendung tak berarti hujan, bukan? Bisa saja mendung cuma untuk menghibur hati yang butuh siraman rohani, bahwa setiap cobaan ada batasnya. Bahwa setiap yang terik ada tepinya. Bahwa setiap harapan ada jawabannya.
Hujan!
Allahumma shoyyiban naafi'a.
Ya Alloh, turunkanlah hujan yang bermanfaat.
Kadang di saat hujan turun saya teringat dengan surat Ath-Tariq. Ayat ke-11 menceritakan tentang hujan.
ِوالسّمآءذات الرّجْعِ
"Demi langit yang mengandung hujan."
Hujan di sini menggunakan kata "الرّجْع" yang berarti juga "kembali". Kembali ke bumi. Dari bumi air naik ke langit, lalu kembali lagi, jatuh ke bumi.
Hmm...setiap kejadian di dunia ini istimewa. Mengandung nasihat, hikmah, kebijaksanaan.
Posting Komentar
Posting Komentar