KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Ke Mana Perginya Sopan-Santun?

6 komentar
Sopan


Halo, assalamu alaikum.

Apa kabar teman-teman semua? Semoga dalam keadaan baik, ya. Kali ini saya cuma mau curhat soal sopan-santun.

Sopan-santun itu kalau kata saya seperti belajar naik sepeda. Makin dilatih, makin mahir.

Barangkali sopan-santun ini termasuk keluarga ketrampilan, ya, jadi kalau tidak dilatih lama-lama akan hilang. *Mohon koreksi saya jika keliru*

Sejak kecil biasanya kita sudah diajari soal sopan-santun oleh orang tua. Mulai dari menerima barang dengan tangan kanan, bilang 'maaf' jika bersalah, permisi dulu sebelum masuk rumah orang lain.

Kita juga diajari cara berpakaian yang menutup aurat, cara makan dan bersendawa yang baik dan macam-macam lagi.

Ketika kita sudah gedean, orang tua akan sangat malu kalau kita tidak menjawab sapaan orang lain.

Khusus untuk yang berbahasa daerah, orang tua bakal bangga sekali kalau kita bisa menjadi teman curhat sang nenek sebelah rumah dengan bahasa yang halus.

Nah, kalau kita gagal menjaga sopan-santun orang tua bisa sangat kecewa. Diharapkan, anak yang sudah besar, apalagi dewasa, paham soal sopan-santun.

Artikel terkait: Kegiatan Ibu Rumah Tangga Saat Anak Sudah Beranjak Dewasa

Baiklah. Mari kita mulai curhat soal sopan-santun.

Mau dengarkan artikel ini dalam versi audio? Klik di bawah ini, ya.



Tamu Yang Belum Kenal Sopan-Santun

Jadi, ceritanya beberapa waktu yang lalu seorang kerabat saya punya hajat ngunduh mantu alias merayakan pernikahan anaknya yang laki-laki. Selain mengundang tetangga kanan-kiri dan sanak famili serta handai taulan, diundang jugalah beberapa teman kuliah si pengantin.

Ada kalau ga salah 20 teman yang diundang. Untuk keperluan itu, kedua puluh orang ini diinapkan di rumah mertua yang sudah dialihfungsikan sebagai tempat bisnis berhubung mertua sudah meninggal dunia semua.

Kenapa harus nginap? Sebab mereka datang dari luar kota. Setelah menginap semalam, esok paginya mereka berangkat ke tempat acara.

Kebetulan pagi itu, sebelum berangkat ke gedung tempat acara berlangsung, saya dan keluarga mampir sebentar ke rumah mertua guna menjemput seorang ipar yang juga menginap di situ.

Boleh baca juga soal: Bedanya Lamaran Nikah Di Jogja Dengan Di Jawa Timur

Saya lihat kedua puluh orang tamu ini saat itu sedang bersiap-siap. Ada yang lagi dandan, ada yang lagi ngobrol.

Dua tamu perempuan ada di dekat saya, tapi tampaknya tidak terlalu menghiraukan saya. Yang satu sedang pakai sepatu, yang satu lagi sedang ngobrol sama teman lain.

Saya yang merasa sebagai tuan rumah, ya kan saya menantu di situ, gantinya mertua lah, saya mencoba beramah-tamah dengan dua perempuan tadi.

Si gadis yang tadi sedang bersepatu membalas sapaan basa-basi saya sambil tersenyum. Mungkin dia juga masih menebak-nebak saya ini siapanya yang punya rumah.

Yang satu lagi super duper cuek. Pas saya papasan dengannya di arah dapur (dia ke dapur, saya dari dapur) sama sekali tidak melihat ke saya. Padahal jarak kami ga ada satu meter.

Hmm...saya pikir mungkin kebetulan aja.

Beberapa saat kemudian saya berpapasan lagi dengan anak itu di arah dapur juga (Ini ngapain dari tadi pada keluar-masuk dapur melulu 😅). Eh, kok lagi-lagi dia ga lihat ke saya.

Oh, hello...

Ternyata Yang Belum Tahu Sopan-Santun Itu Bukan Cuma Satu

Penasaran, saya cerita ke suami saya. Dan jawaban suami saya bikin saya tambah bingung.

Ternyata bukan cuma tamu perempuan tadi yang begitu. Beberapa teman laki-lakinya juga berperilaku begitu saat ketemu suami saya.

Widih...

Saya cuma bisa prihatin. Mereka ini anak yang sudah dewasa, sudah lulus S-1 lho, tapi kok bolong dalam hal sopan-santun saat bertamu?

Senyum-quote

Andai nih andai. Anggap saja mereka itu tidak tahu kalau saya dan keluarga ini 'tuan rumah' dan mengira kami ini salah satu tamu juga di situ. Setidaknya seharusnya mereka juga mau meluangkan waktu menyapa dong.

"Tamu juga, ya?" Gitu bisa, kan?

Atau seenggaknya melihat kami dan senyum sama kami.

Ini enggak.

Terus, saya jadi ga respek sama sekali kepada mereka yang kurang mengerti tata krama itu.

Penyebabnya apa saya juga kurang tahu. Apa mungkin kebiasaan mereka di rumah kos atau memang pembawaan mereka begitu?

Terus, seperti apa orang tua mereka mendidik, ya? Duh, naudzubillahi min dzaalik. Jangan sampai yang kayak gini terjadi sama anak keturunan saya.

Atau karena mereka dalam rombongan? Saya yakin, sekiranya salah satu dari mereka cuma sendirian bertamunya, pastilah ga berani bersikap seperti itu.

Jadi...apa kesimpulannya? Saya heran. Udah itu aja.

Katanya kita ini bangsa yang ramah. Lha kalau generasi mudanya kurang tahu sopan-santun seperti ini, gimana nasib kita di masa mendatang?

Teman-teman ada yang pernah ketemu tamu aneh macam itu ga? Bagi ceritanya dong, diapakan tamu macam itu? Yuk, yuk.

Related Posts

6 komentar

  1. Soalnya memang sekarang gaya hidup cenderung egois kali ya mba...contoh riilnya di tempat umum. Samsat misalnya. Pas mbayar pajek gitu... Rata2 klo yang muda, datang, numpuk berkas, trus ambil hape, sudah. Klo yang sampingnya agak tuaan...pasti ada acara basa-basi, ngobrol...

    Dan itu kebawa, ketika di luar acara seperti itu..

    BalasHapus
  2. Ngomongin soal sopan santun berarti konteksnya adalah soal budaya dan kebiasaan.

    Ada kalanya apa yang 'nggak apa-apa' di keseharian kita, bisa jadi 'apa-apa' bila kita masuk ke rumah orang yang punya kebiasaan berbeda.

    Yang tadinya nggak masalah, bisa jadi masalah.

    Karenanya, ada pepatah bilang, "Lain ladang, lain belalang"

    Kepekaan sosial perlu banget diajarkan dan dipupuk sejak dini. Memahami bagaimana lingkungan kita menilai sesuatu dan menyesuaikan diri dengan nilai tersebut.

    Kan pada dasarnya hidup itu soal adaptasi. Menyesuaikan diri atau punah.

    Bagusnya, kita manusia punya akal. Jadi harusnya nggak nunggu sampai ganti generasi buat 'manjangin' leher seperti jerapah biar bisa survive.

    Yuk didik generasi muda kita untuk peka sosial. 😊

    BalasHapus
  3. Ngomongin hal beginian bikin saya jadi rada takut ama anak saya, dia juga lumayan cuek ama orang hiks
    Padahal sudah saya ajarin dan sounding nyaris tiap hari.

    Kalau saya sejak kecil memang jarang berinteraksi ama orang lain, tapi ortu saya mendidik bagai tentara hahaha.
    Jadi sopan santun itu nomor satu.
    Secuek apapun saya, selalu mau senyum jika ketemu orang.

    mengapa anak2 zaman sekarang lebih terkesan cuek ya? hiks

    BalasHapus
  4. Aku tu bingung lo waktu teman2 netijen membahas soal salim sampai panjang di medsos yg intinya nggak perlulah salim2 segala karena ke ortunya aja enggak, biasa aja. Aku nggak komen sih, cuma baca aja karena kalau alasannya begitu ya gimana lagi? Didikan ortunya aja santai kok kita mau ngatur? Kasih makan aja enggak. Kasarnya begitu. Aku sendiri tetap mementingkan sopan santun anak2 diluar rumah meski didalam rumah mereka santai. Anakku yg sudah kuliah & SMA aja aku suruh salim cium tangan ke teman2 blogger kalau kuajak kopdar meski teman tsb belum tua2 amat atau jarak umurnya nggak terlalu jauh dari mereka. Tapi karena itu adalah teman dari ibu mereka, maka mereka harus menghormatinya. Sesuai dengan adat & agama.

    BalasHapus
  5. 1st time coming here
    sebenarnya gak bisa disalahin juga
    kita hidup di dunia yang makin individualis
    memang ada beberapa orang" yang gak tahan lalu katut individualis
    mereka" inilah yang memang butuh di-scolding
    kasihan rasanya

    BalasHapus
  6. Mungkinkah mereka melakukannya karna mereka ngga menemukan 'konsekuensinya'?. Jadi, ketika mereka cuek sama orang lain, mereka ngga dapet semacam warning, dan ngga terjadi apa-apa, jadi yaa makin berlanjut deh kecuekan itu dan malah bikin kesopanan mereka berkurang

    BalasHapus

Posting Komentar