KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Dilamar

Beberapa waktu yang lalu seorang tetangga menyelenggarakan hajatan. Putrinya dilamar. Sebagian warga se-RT diundang untuk turut menyaksikan dan mensyukuri peristiwa penting itu. Dilamar, bisa jadi merupakan peristiwa sekali dalam seumur hidup.

Dalam suasana seperti itu mendadak kenangan bertahun-tahun lalu muncul. Rasanya tidak berlebihan jika dalam acara lamaran seperti itu setiap orang yang pernah dilamar dan melamar terbawa ke masa lalu masing-masing.

"Dulu aku juga pernah."

Cie, cie...

Ibu-ibu yang bertugas di bagian dapur jadi riuh-rendah, ketawa-ketiwi membicarakan momentum lamaran masing-masing. Dan lebih dari itu, pembicaraan pun melebar hingga ke kejadian-kejadian romantis dengan pasangan. Lucu juga mendengar kisah perjuangan pasangan di zaman praponsel. Adanya surat-suratan dan antri di wartel sebelum jam 6 pagi demi bisa mendengar suara si dia yang nun jauh di luar kota.

Saya dulu menyaksikan perjuangan antri di wartel ini saat menemani kakak saya yang LDR dengan suaminya. Jam 5 sudah berangkat, duduk mengantri, lirik-lirik jam dinding jangan sampai lebih dari jam 6. Soalnya kalau sampai lebih dari jam 6 tidak bisa dapat diskon 75%, tapi tinggal 50%. Sudah begitu di dalam box menelepon sambil mengawasi angka-angka bernilai rupiah yang berubah setiap sekian detik sekali di layar. Ahai! Siapa di sini yang juga mengalami masa-masa itu?

Saya sendiri tidak mengalaminya sebab zaman saya dilamar sudah masuk era ponsel. Masih sekedar sms dan telepon sih, tapi lumayan, bisa saling memberi kabar.

dilamar

Rasanya Dilamar Itu...

Saat acara lamaran kemarin, kedua pihak disertai keluarga besar masing-masing. Keluarga pelamar cukup banyak yang datang. Bawa oleh-oleh pula. Lagi-lagi terkenang oleh-oleh yang dibawa keluarga suami saya dulu. Roti basah, kue dan jajanan lain. Saya masih ingat itu oleh-oleh belinya di Magetan. Tertulis di kardusnya sih, hehe...

Terus, senang dong dapat oleh-oleh banyak? Iya, tapi yang paling bikin senang adalah ketika menyadari diri ini dilamar. Antara percaya dan tidak, tapi lebih banyak percayanya. Rasanya bersemangat sekali, rasa percaya diri juga sangat tinggi. Pokoknya melayang ke angkasa deh. Ih, aku laku, gitu, hehehe...

Apa Saja Sih Yang Ada Saat Acara Lamar-Dilamar Itu?

Sebelum acara lamaran dulu, pihak keluarga calon suami saya meminta semacam daftar acara. Eh? Daftar acara? Iya, soalnya kami meski sama-sama Jawa tapi beda daerah. Takutnya ada adat yang nggak sama, terus terlewat.  Karena nggak tahu, saya cuma menyebutkan acaranya perkenalan anggota keluarga yang hadir, lamaran dan makan siang.

Ternyata meski sudah diatur begitu, tetap saja ada misunderstanding. Tidak besar sih, cuma lucu saja. Ceritanya bisa dibaca di Bedanya Lamaran Nikah Di Jogja Dengan Di Jawa Timur.

Di acara lamaran biasanya juga dibahas kapan pernikahan bisa terlaksana.Istilahnya cari tanggal, gitu. Tanggalnya harus disepakati kedua pihak. Biasanya faktor adat, kepercayaan mulai berperan di sini. Ada yang menghitung berdasar kitab rujukan adat, ada yang berdasar perkataan 'orang tua' dan macam-macam. Ada juga yang berdasar pertimbangan hari libur, seperti saya dulu. Kami menyepakati tanggal pernikahan dengan pertimbangan liburan sekolah, biar keluarga yang jauh-jauh bisa ambil cuti untuk datang ke pernikahan. Kebetulan kok ya pas tanggal cantik. Padahal kami nggak berencana begitu lho. Ya, sudah jadi takdir barangkali.

Rasanya Setelah Dilamar

Hmm...rasanya gimana, ya? Masih tidak percaya yang jelas, hahaha... Bahagia, iya dong. Jelas bahagia. Merasa hidup lebih lengkap. Iya. Pokoknya rasanya campur-campur antara harap dengan cemas. Harapnya karena ya akan segera bisa menyempurnakan agama. Cemasnya ya karena macam-macam, hehe... Cemas karena nanti gimana, gimana nanti, gitu deh.

Yang jelas, setelah dilamar rasanya jadi punya dua keluarga, soalnya kadang-kadang calon suami menelepon saya terus memberikan telepon ke kakak-adiknya. Jadilah saya harus belajar berbasa-basi sekaligus menempatkan diri.

Sama calon mertua? Kebetulan pas saya dilamar, kedua mertua sudah meninggal dunia, jadi saya tidak punya pengalaman berinteraksi dengan mertua.

Apa Yang Dilakukan Setelah Dilamar?

Persiapan pernikahan, yang jelas. Mulai dari menyiapkan pestanya sampai menyiapkan mental. Baca-baca artikel tentang pernikahan, menyelami psikologi lawan jenis, bahkan artikel tentang pengasuhan alias parenting. Eh, bener lho. Saat sebelum menikah adalah saat yang tepat untuk mulai merencanakan segala visi dan misi keluarga, termasuk baca-baca buku dan artikel. Soalnya saat sudah menikah nanti, rasanya waktu berlari sangat cepat. Masing-masing disibukkan dengan aktivitas, kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati agak terkurangi, terlebih setelah punya anak.

Betul kata ibu saya, "Ngobrol dengan suami itu cuma saat pengantin baru. Selebihnya hidup biasa."

Nah, itu cerita soal dilamar. Teman-teman yang sudah dilamar atau sedang akan dilamar, adakah cerita seru di balik kata 'dilamar' ini? Cerita dong, siapa tahu bermanfaat bagi pembaca lain. Yang kepingin dilamar juga boleh lho berbagi cerita di sini. Yuk, yuk!

Related Posts

11 komentar

  1. hihihi.... jadi ingat masa2 telpon2an memakai kartu telp atau telp umum hanya sekedar utk menelpon calon suami (saat itu) :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh ya ampun, kartu telepon...masih ingat ya mbak, saya malah dah lupa ada ginian segala.

      Hapus
  2. Hehehehe.,,, senyum-senyum bacanya mbak, aku masih menunggu lamaran seseorang, gimana ya rasanya nanti? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah...selamat ya mbak, semoga lancar sampai jenjang pernikahan. nanti kalau udah ngerasain, boleh ditulis di blog, hehe...

      Hapus
  3. aku dulu masih suka main bareng teman2 abrung2an bareng2, jd saat dilamar itu rasanya biasa saja krn sibuk sama temen2, nah saat menikah baru merasa kl aku sdh jd milik orang

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi...ga berasa ya mah? tapi tetap berkesan kan?

      Hapus
  4. rasanya dilamar? malu malu senang gitu deh.. hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ya mbak. sayangnya pas dilamar dulu saya ga ada fotonya. mbak ada ga fotonya?

      Hapus
  5. haduh pasangan belum nampak sepertinya ini mbak hehe
    semoga segera bisa melamar anak orang lah, aamiin :)

    jaman ada wartel saya masih sd itu, tapi sempet tau seberapa gregetnya orang-orang pada antri di depan wartel. macam pakai warnet, kalau tarif mulai bertambah banyak / mahal buru2 tutup teleponnya dan keluar bilik hehe

    BalasHapus
  6. Hi..hi, keinget jaman kejayaan wartel. Aku harus ke jl. raya buat nemu telp. Ponsel wanine miscol thok..abis pulsa seperti berlari.

    BalasHapus
  7. Moment lamaran itu memang berkesan bgt, serasa jadi pusat perhatian, trus semua serba istimewa rasanya.. Hihi.. Tp aku pas udh pacaran jg dah masuk zaman ponsel, sempat inget masa2 antri di wartel dan kartu telepon itu zaman masih sekolah hehe...

    BalasHapus

Posting Komentar