KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Piknik Ke Pantai Pasir Putih Trenggalek

12 komentar
Hari Minggu tanggal 15 Januari kemarin, untuk pertama kalinya anak-anak saya bisa melihat laut. Memang sampai umur 6 dan 7 tahun ini permintaan mereka baru dapat dipenuhi setelah sebelumnya selalu kami tunda. Alasannya karena mereka, terutama si sulung merupakan anak super aktif yang masih sulit diarahkan. Kami khawatir di pantai nanti mereka bisa terlampau kegirangan dan hilang kendali. Berhubung kali ini mereka sudah mulai bisa diarahkan, maka kami berani mengajak mereka ke Pantai Pasir Putih, Trenggalek, Jawa Timur.

Lucunya sebelum ke sana, ada dramatisasi. Beberapa kali sepulang sekolah, anak kedua kami selalu bercerita dengan nada iri bahwa teman-temannya sudah berkunjung ke sana dan ke situ. Pada puncaknya, anak saya itu mengadu begini ke saya, "Bu, semua temanku itu udah pernah ke hotel, museum sama pantai lho. Cuma aku yang belum. Padahal aku tu pengeeeeeen banget lho, Bu." Ibu mana yang nggak ngilu hatinya direngeki anak kelas 1 SD?

Akhirnya saya bilang ke suami, "Ke museum dulu aja, Yah." Maksud saya cari yang dekat dulu saja mengingat saya sedang hamil. Tapi ternyata museum terdekat dari Madiun adalah Museum Trinil, Ngawi. Wah, pikir saya,belum tentu anak-anak tertarik lihat diorama dan fosil. Pilihan lain adalah ke Solo. Waduh, jauh amat.

Pas saya tanya anak saya ingin ke museum apa, jawabannya museum kendaraan. Walah, itu sih Museum Angkut di Malang. Ada yang lebih dekat nggak?

Ya sudah, akhirnya diputuskan ke pantai saja. Sama-sama jauh, tapi lebih bisa dipastikan kalau anak-anak bakal suka. Pantai mana? Pikir saya Pacitan tapi suami saya punya ide lain: Trenggalek. Baiklah. Trenggalek, kami datang.

pantai-pasir-putih-trenggalek

Berbekal pak sopir yang berpengalaman, kami berangkat pukul 5.30 pagi dari rumah. Bawaannya cuma pakaian ganti dan alat mandi serta alat sholat. Duit juga dong tentunya. Saya juga bawa seperangkat senjata anti mabuk perjalanan. Minyak kayu putih itu wajib ada, juga tisu basah dan kering, obat-obatan seperti tetes mata, plester dan paracetamol. Ponsel dengan baterai penuh dan power bank yang siap siaga.

Perhentian pertama adalah tempat sarapan. Pak sopir memilihkan sebuah warung nasi pecel di wilayah Jenangan, Ponorogo. Desa ini ada di arah Telaga Ngebel kalau dari Madiun. Sampai di sana warungnya belum buka tapi ada tanda-tanda mau buka. Seorang ibu keluar dan bertanya apakah kami mau menunggu. Tentu saja, Bu. Sekitar 10 menit kemudian makanan pun tersaji.

Pemiliknya seorang ibu sepuh. Pas mau melayani kami, beliau bertanya kami orang mana. Kok ditanya segala?
Jawab beliau, "Kalau orang Ponorogo saya kasih sambelnya banyak, soalnya ini pedes banget."
Ooo...gitu to. Dan memang sambelnya puedes pol! Ini yang makan saya apa sambelnya yang makan saya??

Rasanya memang agak beda dengan sambal pecel Madiun. Lebih asin dan lebih terasa daun jeruknya. Menurut si ibu penjual, meski harga cabai naik, beliau tidak mengurangi jumlah cabainya. Komposisinya tetap 4 kg cabai dan 2 kg kacang tanah. Whuaaa...pantesan... Tapi berhubung suami saya jagoan sambel, suami saya malah girang. Ya ampuuun... Yang juga spesial di sini adalah tempe gorengnya. Tempe bungkus godhong yang lebar, tipis dan gurih. Apalagi pas masih hangat, mmm... Sayangnya saya lupa nggak motret-motret di warung ini. Maaf, ya.

Yang penasaran sama warung ini, kalau dari arah Madiun, begitu masuk perbatasan Ponorogo (gapura), belok kiri di lampu lalu-lintas (arah Telaga Ngebel). Ikuti jalan, belok kanan, maju lagi, warung itu ada di kanan jalan, depan toko mobil dan susu. Saya ingat banget toko mobil dan susu itu soalnya aneh aja, mobil kok sama susu. Mungkin jualan mobil itu bisnis si suami, sedangkan bisnis susu itu milik si istri. Hehe...sok tau.

Setelah sarapan kami lanjut ke Trenggalek. Rute yang ditempuh melewati Pondok Gontor Darussalam di luar kota Ponorogo. Di perempatan Jabung yang terkenal dengan Dawet Jabungnya itu kami belok kiri ke arah Stadion Pondok Gontor. Rencananya nanti pulang mau mampir ke Dawet Jabung tapi nggak jadi karena hujan deras dan perut sudah penuh.

Jalan menuju stadion agak kurang bagus apalagi habis hujan semalam. Setelah itu jalan cukup bagus. Kami naik pegunungan ke perbatasan Ponorogo-Trenggalek. Di jalur pegunungan ternyata merupakan jalur rawan longsor. Tanah longsor di beberapa titik membuat bergidik. Ada beberapa tempat air terjun tersembunyi, tapi itu bukan daerah wisata. Hutan wisata memang sedang dibangun tapi longsor juga menjadi PR tersendiri.

Kami juga melewati calon waduk di wilayah Trenggalek. Ngeri juga melihatnya. Gunung dibentengi batu, rumah-rumah akan dipindahkan dari sana. Ya, mestinya sudah ada pertimbangan kenapa tempat itu yang dipilih.

Turun dari pegunungan, rute kami sempat melewati wilayah yang jalanannya, masya Alloh, kayak kubangan. Persisnya ada setelah tugu Kecamatan Pogalan di Desa Ngetal, Trenggalek. Ini kenapa kok bisa begini. Terhitung ada 4 titik seperti ini. Nampaknya saluran pembuangan air hujan tidak berfungsi karena tempatnya lebih tinggi dari jalanan. Ya...air mana yang bisa naik sendiri. Setidaknya harus ada lubang-lubang penyaluran ke selokan. Itu kalau warga setempat mau lebih nyaman lho ya. Kalau ikhlas dengan kubangan di depan rumah dan toko mereka sih ya sudah, biarkan saja.

Kami juga sempat melewati Tulungagung. Saya yang buta peta Jawa Timur jadi bertanya-tanya. Ternyata kami cuma numpang lewat Tulungagung sebab beberapa waktu kemudian balik lagi masuk wilayah Trenggalek. Kecamatan Watulimo, nah, sudah dekat.

Yang menarik di wilayah ini ada dua gunung batu unik. Konon namanya Gunung Sepikul, cuma yang mana itu saya tidak yakin. Gunungnya terbuat dari batu lurus. Saya jadi ingat Tepui di Amerika Latin sana yang tegak lurus dan sulit didaki. Eh, emang pernah ke sana? Sudah, lihat di TV hehehe... Menurut adminnya akun @pesona.trenggalek, Gunung Sepikul ini pernah didaki tapi belum dibuka untuk umum.

pantai-pasir-putih-trenggalek

ini dia gunung batunya

Anak-anak sudah ribut saat kami naik bukit menuju Pantai Pasir Putih.
"Pantainya di mana to?"
Ternyata selain Pantai Pasir Putih ada banyak pantai di wilayah ini. Ada Pantai Prigi, Karanggongso, Damas. Yang dekat dengan Pantai Pasir Putih adalah Pantai Prigi yang merupakan Pelabuhan Penangkapan Ikan.

Naik menuju pantai jalanan padat. Yee...banyak temannya. Sebelum masuk wilayah pantai, beli tiket dulu. 10.000 per orang plus 5.000 untuk biaya parkir mobil. Itu biaya di hari libur, ya. Nggak tahu kalau hari biasa. Dan ternyata memang padat. Parkiran pun penuh. Pantainya, jangan ditanya, ramai oleh manusia!

pantai-pasir-putih-trenggalek

Oke deh. 130 km selama 4 jam perjalanan tertempuh juga. Nggak usah mikir soal padat, yang penting kenalan dulu sama laut!!

Anak-anak sungguh girang meski pada awalnya anak kedua kami agak takut akhirnya basah juga.

Pantai ini ternyata merupakan teluk yang dilindungi pulau-pulau karang sehingga ombaknya tidak begitu besar. Bayangan saya kan kalau pantai selatan itu samudera ya, pasti ombaknya besar. Ternyata tidak. Jadi aman untuk anak-anak. Di Pantai Pasir Putih ini juga banyak pohonnya seperti pohon kelapa dan semacam waru, jadi bisa berteduh juga. Pokoknya nggak sama dengan bayangan saya soal pantai deh yang panas dan ombaknya besar. Haha...ketahuan deh saya nggak ke pantai selama belasan tahun.

pantai-pasir-putih-trenggalek

pantai-pasir-putih-trenggalek

pantai-pasir-putih-trenggalek

Pas di pantai ada baiknya bawa air mineral/air tawar karena insiden mata tersiram air berpasir terjadi juga. Gara-gara air tertinggal di mobil, jilbab saya jadi lap muka hahaha...

Di pantai ini juga harus hati-hati, beberapa kali kaki terhantam batu-batuan semacam batu apung atau koral yang ikut terempas bersama ombak. Aw! Lumayan sakit.

Kalau untuk urusan kamar kecil, di sepanjang pantai tersedia kamar mandi yang jadi satu dengan warung makan. Letaknya di atas warung, jadi harus ekstra hati-hati, ya. Tarif ke kamar kecil 3.000 per orang.

Di pantai juga banyak perahu. Bisa keliling laut dan lihat Jembatan Luna Maya. Gitu sih iklannya mas-mas pengelola perahu. Tarifnya 10.000 per orang tapi harus ngumpul setidaknya 10 orang dulu baru bisa berangkat. Bisa sih tidak nunggu 10 orang tapi tarifnya 70-100.000 tergantung tawar-menwar hehe... Tarif rombongan 150.000. Saya ikut nebeng rombongan lain dengan total penumpang 14 orang dewasa dan anak-anak.

pantai-pasir-putih-trenggalek

pantai-pasir-putih-trenggalek

Lumayan juga keliling naik perahu. Sayangnya kami duduk di belakang, jadi nggak bisa dengar si mas pemandu menjelaskan pernak-pernik pantai dan laut ini. Saran saya, mending duduk di depan biar bisa tanya-tanya juga. Soalnya saya dengar lamat-lamat si mas bilang soal terowongan dan pesanggrahan milik satu perusahaan rokok. Dan soal Jembatan Luna Maya? Itu adalah semacam dermaga kayu yang pernah disinggahi Luna Maya untuk syuting. Dan fotonya? Nggak difoto, soalnya diprotes anak saya. "Ibu nanti kalau hapenya kecemplung gimana??" Ya udah. Disimpen aja deh.

Mas pemandu juga menawarkan rute yang lebih jauh dengan membayar tambahan biaya 10.000 per orang. Tapi berhubung ada rombongan yang waktu bermainnya terbatas, tawaran itu ditolak.

Oya, bagi yang pingin seru-seruan bisa naik speedboat atau banana boat. Bisa juga naik perahu karet berombongan.

pantai-pasir-putih-trenggalek

pantai-pasir-putih-trenggalek

Selesai naik perahu, saatnya beberes. Sudah 2 jam kami main air. Ayok mandi, sholat dulu baru makan.

Sehabis mandi kami makan ikan bakar. Ada dua pilihan: tuna atau salem. Satu ikan bisa untuk 3 orang dewasa. Tinggal nambah nasi saja. Per porsi ikan 45-50 ribu. Lumayan mahal juga ya? Kami mikir kalau yang dijual di pantai pasti lebih murah. Nyatanya banyak yang memborong. Tapi ya kalau di pantai nggak bisa dapat nasi dan sambalnya kali. Lagipula kami bawa anak. Pilih yang lebih nyaman tentunya.

SMP! Sesudah Makan, Pulang! Iya sih. Masih 4 jam lagi sebelum bisa sampai rumah soalnya. Sekitar jam 2 siang kami bergerak menyusuri jalanan lagi Trenggalek-Ponorogo-Madiun. Pas adzan maghrib kami tiba di rumah. Alhamdulillaah. Satu misi terlaksana. Oleh-oleh pasir dari Pantai Pasir Putih pun kami bawa di kantong-kantong pakaian kami yang kemudian menulari rekan-rekan mereka di mesin cuci.

Related Posts

12 komentar

  1. Wah, udah lama nggak ke sini. Jadi kangen. ^_^

    BalasHapus
  2. Jauh, ya? Semoga kelak bisa ke sana sekeluarga.

    BalasHapus
  3. Cantik tempatnya. Bayangin hamparan pasir putih, pasti bagus buat selfie. :D

    BalasHapus
  4. Cantik pantainya ;) hihi jaman skrg anak kelas 1 uda bisa minta jalan ya.. tp untung diminta pantai nya bagusss 🤗

    BalasHapus
  5. Pantainya bagus mbaaa masih bersih ga kaya ancol hehe, harga masuknya juga murah sekali :)

    BalasHapus
  6. Kalo inget jalanan Trenggalek yang bagian pegunungan. Itu nyeremin bingit mbak hheee
    Tpi seru perjalanan wisatanya heee

    BalasHapus
  7. Damar-rojat mau mbak naik perahu. Anak2ku nggak pernah mau..alasannya takut tenggelam☺

    BalasHapus
  8. Pasti senang tu Mak anaknya udah bisa cerita juga ke teman-temannya.

    Kirain Pasir Putih tu hanya ada du Lampung, ternyata di Trenggalek juga. Hihi...

    BalasHapus
  9. Aku pernah ke Prigi (bener ga ya tulisannya). Apa sama dengan pantai ini ya? Daerah Trenggalek juga.

    BalasHapus
  10. waah... suka saama pantainya. pasirnya itu lho... pastinya bikin betah anak2 :)

    BalasHapus
  11. Belum pernah ke sana. Pengen banget. Seru mba Diah ulasannya. :*

    BalasHapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar