So far so good pakai bahasa nasional. Toh temannya anak-anak juga ikhlas aja tuh ikut pakai Bahasa Indonesia. Dan anak-anak pun sadar nggak sadar juga belajar bicara dengan Bahasa Jawa. Ngoko, tentu. Jangan mengharap tiba-tiba mereka bisa basa krama lah. Kecuali lingkungannya begitu. FYI, ngoko itu tingkatan bahasa yang paling bawah dalam Bahasa Jawa, sedangkan krama adalah tingkat tingginya.
Sampai pada akhirnya datang juga keluhan dari anak sulung saya yang baru masuk SD. Katanya, "Bahasa Jawa itu sulit." Nah, lho. Ketemu batunya juga, kan.
Semester satu yang lalu nilai Bahasa Jawanya tidak buruk. Tapi lagi-lagi dia mengeluh kesulitan. Apalagi materi di semester dua ini mulai menginjak tata bahasa: ngoko lugu dan ngoko alus. Selamat datang ke dunia nyata, Nak.
Menjelang ulangan harian minggu ini saya ikut deg-degan. Anak saya ini tipenya pembelajar kinestetik-visual. Belajar dengan cara duduk manis mendengarkan bukanlah caranya. Njuk piye? Pasrah? Lalu saya teringat tulisan Mamah Tira di blog beliau tentang penggunaan kartu domino sebagai alat belajar Bahasa Inggris. Barangkali belajar sambil bermain ini cocok untuk anak saya. Oke, mari dicoba dengan Bahasa Jawa.
Berhubung saya nggak tahu cara main kartu domino betulan, maka saya bikin sejauh pengetahuan saya. Dalam bayangan saya, kartu ini, sebut saja Kartu Ajar Basa Jawa, terdiri dari dua bagian. Satu bagian Bahasa Jawa, satu bagian lagi Bahasa Indonesia. Tujuan pembuatan kartu ini adalah untuk mengenalkan Bahasa Jawa kepada penutur nonBahasa Jawa. Basa Jawa for Non-Javanese Speakers, gitu. Hehe...
Penasaran? Baiklah, kita siapkan bahannya dulu, ya.
Pertama, tulis materi yang akan diajarkan. Misal tentang nama anggota badan. Tulis nama anggota badan dalam Bahasa Indonesia di kolom kiri dan terjemahannya dalam Bahasa Jawa di kolom kanan. Beri nomor agar mudah dipantau. Berapa jumlahnya? Terserah. Makin banyak makin asyik.
Kedua, pasangkan secara acak kata-kata di kedua kolom tadi. ACAK, ya, jangan urut. Jadi, misal nomor 1 dengan 12, 2 dengan 7, dst. JANGAN BEGINI: 1 dengan 16, 2 dengan 15, 3 dengan 14, dst. Bisa gagal! Saya sudah nyobain.
Ketiga, potong kertas polos yang agak tebal (saya pakai kertas buku gambar) dengan ukuran 6 x 4 cm sejumlah pasangan kata yang sudah dirancang tadi.
Keempat, beri garis di tengah potongan kertas untuk memisahkan ruang antara Bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia. Kalau saya, biar mudah, tekuk ringan kertas jadi dua bagian, buka, beri garis dengan krayon merah biar mencolok.
Kelima, tulis kata di masing-masing bagian sesuai pasangan acak yang sudah kita buat tadi. Agar mudah, gunakan warna tinta yang berbeda, misal biru untuk Bahasa Indonesia dan merah untuk Bahasa Jawa. Selesai!
Kartu ini bisa dimainkan dua pemain atau lebih, tergantung jumlah kartu. Makin banyak kartu makin asyik permainannya. Caranya sederhana: salah satu pemain meletakkan satu kartu awalan, lalu pemain yang memegang kartu dengan terjemahan katanya meletakkan kartu itu bergandengan dengan kartu awal. Begitu setetusnya. Kartu bisa disambung ke kanan dan ke kiri membentuk lajur yang panjang.
Dalam permainan ini tidak ada menang-kalah, yang ada hanya keseruan. Karena tujuan permainan ini untuk mengenalkan Bahasa Jawa, perlu ada pendampingan. Kalau tidak, bisa salah meletakkan kartu semua nantinya. Lambat-laun kalau anak sudah hapal, bisa dilepas untuk bermain sendiri.
Oya, meskipun ini asyik jika dimainkan berkelompok, dimainkan sendiri juga bisa. Dimainkan sampai hapal ngelothok di luar kepala juga fine saja. Toh memang tujuannya biar anak tahu dan hapal.
Nah, satu PR telah diselesaikan. Harapan saya sih, anak saya bisa tetbantu dengan ini. Aaamiiin.
Teman-teman ada yang punya pengalaman menggunakan alat bantu untuk mengajar bahasa? Boleh lho cerita di sini. Yuk, yuk.
Tlaten mbak dirimu. Biasanya klo aku cuma tak buatin soal aja,, menurut materi. Klo model kartu malas krn setelahnya pasti berserakan... Hi..hi. Paling puyeng klo dah ketemu silsilah wayang. Puyeng. Pasrah klo wis ngono.. *aku ngapalin nggak apal2
BalasHapusIya lis ini juga sesuai bahan ulangan cuma subjeknya diganti. Biar riil kata 'bapak' diganti 'ayah' jadi anak sambil mbayangin ayahnya sare atau dhahar. Lha kalo damar ga bisa lis kalo dikasih soal thok. Malah kadang belajarnya sambil takcritani.
HapusWah aku wayang ya gagal je. Sesuk yen ketemu aksara jawa ya kudu melu sinau meneh ki :-D
aku bersuku jawa,, tapi gk tau jawa mana,, haahha
BalasHapuskarena lahir di Sumatera Utara
bahasa jawa sebisanya aja,, jawa sumatera,,,wkkwkw
Oh gitu. Pantesan namanya jawa tapi udah jadi orang sumatera ya. Lha itu, jawa sumatera kayak apa coba? Hehe...
HapusWeh weh... trik.e sae niku bunda.
BalasHapusTapi umpami ketemu kaleh aksara jowo radi-radi susah sekedik kadose hhhee.
Aksara jawi panci susah kok mas. Hehe... Nggih saged mawon. Setunggal sisih mawi aksara latin, sisih sanesipun mawi aksara jawi.
HapusKreatif, Mba. Buat emak2 juga bisa yah. Yang mau belajar bahasa. Juga ga terbatas di bahasa jawa aja, bahasa lain juga bisa.
BalasHapusBetul mbak,.bisa juga untuk bahasa lain. Asyik deh.
HapusSekarang memang banyak anak2 yang tidak njawani Mbak. Makanya saya membiasakan Alfi pakai bahasa kromo sejak bayi. Bahasa Indonesia bisa sendiri tapi kadang masih agak bingung kalau temennya ngomong bahasa Indonesia
BalasHapusHoalaaaah, kreatipppp bingits emak kita satu ini! Sip, sip... mau nyoba juga ah
BalasHapusbukanbocahbiasa(dot)com
Kalau di sana pelajaran bahasa daerah mulai dari kelas berapa sampai kelas berapa Mak? Saya kadang suka kepikiran gimana kalau anak sudah sekolah eps SD, trus Papanya dimutasi kedaerah lain, gimana dengan pelajaran bahasa daerahnya he he. Karena ada teman saya pindahan dari daerah Jawa kalau ada pelajaran bahasa Lampung dia nyerah. Saya sendiri sengaja nyimpen baik2 kamus Bahasa Indonesia - Lampung & Bahasa Lampung - Indonesia, just in case ke depannya susah dicari.
BalasHapusdi sini dari klas 1 SD mak. kalo SMP ke atas saya belum tahu ada atau tidak.
Hapussepanjang yang saya tahu sih bahasa daerah gurunya biasanya berhitung juga. kategori non-native speaker dihargai lebih meski kemampuannya di bawah rata2 native speaker.
bagus itu mak kamusnya disimpan.