KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Perihal Sapaan Dan Kebiasaan

Waktu masih kecil dulu pas tinggal di kompleks AURI, warga kompleks terbiasa menyapa'tante' dan 'om' sebagai sapaan kehormatan bagi para ibu dan bapak selain orang tua sendiri. Terkecuali yang sudah jauh lebih sepuh, biasanya dipanggil 'bude' dan 'pakde', tak peduli dari suku mana orang itu berasal.

Sesudah pindah ke kampung, tak ada lagi 'tante dan om' serta 'bude dan pakde', adanya 'bu dan pak'. Seorang tetangga yang besar di Bontang, Kaltim, pernah menyapa 'tante' kepada seorang penduduk kampung. Kedengarannya janggal betul. Di sini kan tak ada 'tante'. Lama-lama karena mungkin merasa perlu menjunjung tinggi kebiasaan setempat, si tetangga tadi tak lagi memanggil 'tante', cukup 'bu' saja.

Perihal 'tante' ini juga sempat mengejutkan kakak saya yang waktu itu baru pindah ke Palu, Sulteng. Baby sitter di sana pun dipanggil 'tante' oleh yang diasuh. Memang lain lubuk lain ikannya, ya. Di Jawa sebutan 'tante' itu sudah tinggi banget. Di bawahnya adalah sebutan 'bulik'.

Yang aneh, dulu waktu kecil saya menyebut adik perempuan ibu saya dengan sapaan 'tante'. Eh, begitu mereka menikah lalu punya anak kok tiba-tiba saya manggil mereka dengan 'bulik'. Emang beda kasta, ya? Untungnya ponakan saya manggil saya 'bibi'. Aman, deh. :-D

Di Jogja sebagian orang yang sudah jadi kakek-nenek enggan dipanggil 'mbah'. Lebih suka dipanggil 'eyang'. Tapi sekarang para kakek kerap disapa 'kakung' dan para nenek menjadi 'uti'. Hmm ... kalau yang ini menurut saya kok kurang sopan, ya. Njangkar, gitu. Tapi lebih mending deh daripada 'mbok tuwa' dan 'pak tuwa'.

Di Madiun lain lagi. Di sana tak ada 'pakde', adanya 'pakpuh'. 'Bupuh' sebagai gantinya kata 'bude' pun ada tapi jarang dipakai.

Sebutan 'kakak' dulu jarang terdengar di lingkungan saya. 'Kakak' itu paling banter digunakan untuk menyapa pembina di kegiatan Pramuka. Sekarang 'kakak' sudah ada di mana-mana. Ponakan saya dari jalur suami juga berkakak-kakak semua.

Gambar dari http://www.faisalhilmi.com/2014/10/bagaimana-agar-hidup-penuh-semangat.html

Perihal 'kakak' ini membuat saya ingat sebuah peristiwa lucu. Seorang teman pernah marah-marah waktu dipanggil 'Kak' di sebuah toko pakaian. Toko itu memang menerapkan sapaan 'Kak' kepada sebagian besar pelanggannya. "Memangnya aku ini perempuan?!" omelnya waktu itu. Menurutnya seharusnya ia dipanggil 'Bang'. Oke deh.

Macam-macam, ya. Gimana dengan sapaan di daerah teman-teman? Cerita dong!

Related Posts

13 komentar

  1. Klo di t4ku..mbah masih biasa. desa soalnya. Ada cerita lucu pas kuliah, tmnku manggil kakek-nenek dgn paktuo dan mboktuo. Ada yang nggak ngeh dengan sebutan tadi, lngsung nyletuk.."eh, ortumu poligami yaaa...? :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh sama. Dulu ada juga teman yg gitu. Kirain mbok tuwa itu istri pertama bapaknya temenku itu. Haha...

      Hapus
  2. Kalo sekarang panggilan 'tante' udah dimana2 ya Mak Diah. Malah 'Bulik' udah makin jarang terdengar di kalangan anak kecil. Ortunya mengenalkan kata 'tante' drpada 'bulik'. Mungkin biar kedengeran keren dan ga 'ndeso kali ya xixixi!

    Padahal, kalo dulu, di tempatku, orang yg manggil ato dipanggil 'tante' itu bisa dipastikan dr kalangan orang kaya dan priyayi.

    Kalo 'kakung ato akung' dan 'uti' itu menurutku buat nyingkat aja. Kalo manggil Mbah Kakung/Mbah Uti/eyang kakung/eyang putri buat balita kepanjangan menurut ortunya hehehe. Jadilah pas dikenalin kosakata itu dipake yg singkat aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ho oh mak. Rasanya dulu itu tante tuh khusus kelas menengah ke atas aja. Tapi ternyata itu cuma berlaku di Jawa ya. Haha...

      Hapus
  3. Cemungudh kakak.
    Panggilan di sini sama sekuriti rumah bos. Sama yang lain om. Hahaha

    BalasHapus
  4. Sama mbak, di kota rantau saya juga beda dengan kota asal. :)

    Saya pribadi lebih respek orang yang menghargai budaya orang lain "kalau sedang" berada di tempat orang. Istilahnya, "dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung". Jadi sebenarnya apapun panggilannya, selama berada di tempat yg tepat, takkan jadi soal. Indonesia itu bukan hanya suku kita. Kadang merasa lcuc sih kalau ada yang memaksakan orang lain dgn bahasanya, padahal sedang di kampung orang. Ibarat tamu mau jadi tuan. Naudzubillah deh, jangan sampai nggak tau diri seperti ini ya... aamiin

    Btw, nice share, mbak.. ;))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iua mbak. Kalo bicara tentang Indonesia memang harus siap lapang dada. Ada baaanyak hal yang sepertinta nggak pas tapi ternyata nggak pasnya itu di diri kita saja. Di orang lain pas. Saya sendiri belum pernah ke mans-mana cuma di sini-sini aja. Tapi alhamdulillah kakak adik pernah di Sumatera dan Sulawesi, jadi ada cerita baru. Dan sosmed mrmang membuka mata.

      Hapus
  5. Kalau di Pekanbaru anak2 memanggil ibu2 umumnya dg nte (singkatan dari tante, tapi huruf "e"nya dibaca seperti "sate"). Kalau sesama orang dewasa perempuan manggilnya "uni" atau "kakak". Kalau laki2 "abang". Bahasa Melayu memang agak beda dengan bahasa Indonesia. Di bhs Ind "kakak" bisa laki2 atau perempuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beragam ya mak. Di sini ada juga panggilan 'tete' (e-nya sate juga) yg artinya juga tante. Ada lagi 'bebek' (dibaca kayak bebek itik itu), artinya kurang lebih ya bulik.

      Hapus
  6. hehe, iya, aku juga sering nerapin panggilan kak ke semua orang terutama laki2 yang sekiranya usianya di atasku. karena kadang ga tahu juga dia asalnya dari daerah mana. tapi karena udah kebiasaan, pas tahu asal daerahnya sunda malah lupa ganti nama panggilan. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah saya juga sering asal aja panggil mbak dan mas. Hihi...macam dunia ini milik saya ajah.

      Hapus
  7. Gwa umur 21 d pnggil om mlu mntang2 ane jualan...yg blg om yg lbih tua lgi...kdang2 lg muncak kselna lngsung ane celetukin orgnya ...trus akhirnya gk blg om lgi...msa kn hrus bgtu trus spya gk d panngil om

    BalasHapus

Posting Komentar