KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Pendekar Dan Masalah Kucing Piatu

Kucing-kecil-dibuang

Sedari kecil saya suka kucing dan sering memelihara kucing. Kebanyakan sih kucingnya datang sendiri ke rumah, disambut, dipiara lalu beranak-pinak. Jadilah beberapa generasi kucing.

Ketika pindah rumah pun, selalu ada kucing yang kemudian jadi peliharaan sekeluarga. Entah kenapa kucing-kucing itu memilih kami. Konon karena ada aura penerimaan yang hangat terhadap kucing. Halah.

Ya, turun-temurun juga mungkin. Bapak saya dulu waktu kecil juga punya kucing. Jadi, ya, buah jatuh tak jauh dari pohonnya, lah.

Kucing saya yang terakhir, spesial sekali, namanya Pendekar.

Pendek dan kekar.

Dia juga datang sendiri ke rumah waktu malam. Masih kecil, mengeong-ngeong. Bulunya loreng-loreng oranye-coklat.

Ah, kucing piatu yang malang. Siapa sih yang tega membuang bayi mungil seperti ini?

Baca juga: Adopting Orphan Kitten

Yang sangat berkesan dari Pendekar ini adalah ia sempat dirawat dokter. Dokter hewan tentunya. Seumur-umur baru sekali itu saya bawa peliharaan ke dokter hewan.

Ceritanya suatu hari Pendekar tidak mau makan. Ngeong-ngeong terus minta makan tapi tiap diberi cuma diendus-endus saja. Tubuhnya jadi kurus. Ludahnya sering menetes dan jari-jarinya merah-merah.

Saya khawatir sekali. Saya periksa jarinya, tak ada luka. Lalu kenapa?

Setelah tiga hari, saya kasihan sekali kepadanya lalu saya putuskan bawa dia ke klinik hewan Kayu Manis di wilayah Gambiran, Jogja.

Pendekar saya masukkan tas cangklong dengan bukaan atas, lalu saya bawa ke klinik.

Ya, maklum tidak punya kurungan khusus, tas pun jadilah.

Ibu saya menyetir, saya membonceng di belakang.

Baca juga: Tentang Lonceng Di Kalung Kucing

Setelah sampai di klinik, Pendekar diperiksa dokter. Berat badannya ditimbang, temperaturnya diukur, kupingnya dicek, anus diperiksa, jari-jarinya juga.

Tidak ada masalah.

Terakhir, dokter membuka mulut Pendekar dan ... astaghfirulloh ... ternyata Pendekar sariawan! Sariawan besar di kanan dan kiri lidahnya!

Ooo...pantesan, Sayang, kamu nggak mau makan...

Setelah diperiksa, dokter menginfus Pendekar lewat punggungnya.

Alhamdulillaah, dia manut-manut saja. Oleh dokter, Pendekar diberi obat tetes mulut dan disarankan diberi makanan yang lembut dulu.

Sepulang dari klinik, saya obati dia dan langsung terlihat ceria kembali. Alhamdulillaah.

#

Kenapa kok bisa kena sariawan, ya? Saya berpikir-pikir dan kesimpulan saya Pendekar kena sariawan karena kurang pertahanan tubuh. Jelas saja karena dia kucing piatu.

Kucing kecil seharusnya dirawat induknya, tapi Pendekar tidak. Dia sudah dipisahkan dari induknya sejak kecil. Tentu saja asupan gizinya kurang.

Ah, siapakah yang tega menyiksa makhluk-makhluk tak berdosa ini? Bukan cuma Pendekar yang menderita, induknya juga.

Baca juga: Asal-Usul Nama Kucing

Kenapa kucing kecil sering dibuang? Katanya karena terlalu banyak kucing. Bikin repot. Ada juga yang tak suka punya kucing kampung sehingga kucing-kucing malang itu dibuang.

Terlalu banyak kucing? Kenapa tidak dikebiri saja kucingnya? Mahal?

Bisa juga dengan menawarkan kucing untuk dipelihara orang lain. Siapa yang mau?

Okelah, setidaknya saat membuang kucing, pastikan kucing itu sudah cukup umur untuk mencari makan dan mengurus diri sendiri.

Kalau dibuang saat masih kecil dan tergantung pada induknya, kasihan sekali.

Harapan hidupnya sangat rendah. Selain belum bisa cari makan sendiri, kucing kecil juga rentan dimangsa hewan lain.

Bayangkan juga bagaimana si induk kucing yang menderita karena kehilangan anaknya.

Saya pernah punya kucing yang mati saat masih sangat kecil. Induknya mengeong-ngeong terus setiap saat. Mungkin menangis.

Tapi ternyata bukan cuma masalah perasaannya saja yang sedih. Fisiknya juga menderita.

Dia harus menanggung penuhnya kantung susu yang seharusnya dihisap anaknya itu.

Mengeras. Sakit. Sampai akhirnya alhamdulillah ada anaknya yang sebelumnya, kakaknya kucing kecil yang mati, bersedia menyusu induknya lagi.

Ya Alloh, terharuuu sekali saya.

Membayangkan kehilangan bayi yang dilahirkan dengan susah payah dan penuh rasa sakit, sekaligus payudara yang penuh.

Para ibu pasti paham yang beginian. Iya, kan, Bu?

Makanya saya sangat mendukung suara para ibu didengarkan karena pada kenyataannya rasa kemanusiaan itu seringkali lebih bisa dibaca oleh para ibu.

Dunia ibu dekat dengan kehidupan sekaligus kematian yang jelas digambarkan dalam proses kehamilan dan persalinan.

Ah, kok saya jadi ngelantur ke mana-mana.

Hahaha...tak apa. Ini juga suara seorang ibu. Semoga tak ada lagi orang yang berpikir untuk membuang kucing kecil lagi. Agar tak terjadi lagi kisah pilu si Pendekar, si kucing piatu.

Related Posts

18 komentar

  1. kasihan juga kalau kucing yang masih kecil gitu dibuang ya Mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling sedih kalo ada kucing dibuang trus ngeong-ngeong seharian. Kemarim malah di kompleks rumah saya ada dua yang dibuang. Semalaman ngeong-ngeong. Padahal di luar dingin habis hujan. Paginya sudah ga ada. Mungkin ada yang merawat.

      Hapus
  2. Penyayang hewan kucing ini ya mbaak, aku trauma pernah kena cakar sekali jaman kecil.Hikks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Suka kucing dan disukai kucing. Hehe...wah traumanya terbawa sampai sekarang ya mbak.

      Hapus
  3. Aku ga suka kucing, Mak. Tapi selalu saja kucing tetangga maen, nginep, dan beranak pinak di rumahku. Ga tau kenapa bs gitu

    BalasHapus
  4. Ada kucing putih yang juga sering nebeng tidur dan makan di depan rmh mbak. Tiap hari diuyel2, di naiki, dibopong2 ma Alya.Seneng kucing sbtlnya. Lucu liat hidung dan kumisnya, tapi ngeri klo baca katanya kucing bawa banyak penyakit....makanya kucing ga dibolehin masuk rmh ma suami.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dinaiki Alya? Walah...kucinge pendeng no... Haha... Sama, di tempatku juga go boleh bawa kucing masuk. Anak-anak pingim miara, tapi di rumah sini ga ada tanah. Semua berkalang beton. :-(

      Hapus
  5. Salut Mak, mau merawat Pendekar sampai dibawa ke dokter hewan. Kasihan juga sih ya sampai sariawan begitu. Terus, bagaimana kabarnya sekarang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baru sekali itu mbak bawa piaraan ke dokter dan sampe di klinik saya geli sendiri. Banyak kejadian lucu di klinik hewan ternyata. Pendekar sudah entah ke mana sekarang mbak. Sudah berkelana mencari ilmu, hehe...mentang-mentang namanya Pendekar.

      Hapus
  6. kalau ngelihat kucing imut kaya gitu sedih.... dia teriak2 di pinggir jalan. cuma kalau di pup sembarangan jadi kesel :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau piara kucing memang harus punys ruang untuk BAB BAKnya. Kl saya dulu mengandalkan tanah di halaman rumah. Ya kayak manusia deh, kucing juga butuh fasilitas sanitasi :-)

      Hapus
  7. Saya ng suka kucing mbak, pagi ini di bolu ketan hitam saya ada bulu kucing, akhirnya tu snack malah ng dimakan semua, habis sudah ilfeel

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh kalo kena bulu ya jorok ya. Dikasihkan ke kucingnya malah ya.

      Hapus
  8. aih ngomongin soal kucing, my roommate, anak-anak rusia pada suka banget sama kucing, sampai bela-belain beli loh haha, padahal kucing berkeliaran banyak di sekitaran asrama. dan sayanya malah nggak suka kucing *ditimpuk..

    salam kenal, Mbak :) kunjungan perdana sepertinya :)

    BalasHapus
  9. lucu bangeeet...saya suka kucing tapi belum tertarik untuk meemlihara mak..ga kepegang

    BalasHapus
  10. Dulu aku menolak steril, tapi setelah melihat banyak kucing dan anjing di jalanan, aku jadi pro steril. Ini juga berlaku buat hewan yang ada pemiliknya tapi dibiarkan berkeliaran, lebih baik steril aja, karena populasinya bisa gak terkontrol :( Poor pendekar, syukurlah sudah diobati ya :)

    BalasHapus
  11. saya suka memberi makan kucing liar di sekita rumah tp tak pernah minat memeluhara secara khusus tp sepertinya hars belajar dalam waktu dekat karena si kecil saya selalu merengek ingin memelihara kucing dan saya menjanjikan jika dia sudah kelas 3 atau 4 sd boleh...*walaupun masih ga kebayang punya hewan peliharaan*

    BalasHapus

Posting Komentar