KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

[Suka-Duka Hijabku] Pengalaman Unik Gara-gara Berhijab

12 komentar
Swike alias ayam air, siapa yang belum tahu? Ayam yang hidup di air, memangnya ada? Ya tentu tak ada. Ayam kan unggas yang bernapas dengan paru-paru, bukan dengan insang. Jadi jelas bahwa ayam yang dimaksud di sini adalah bukan ayam tetapi potongan paha kodok.

Sumber gambar id.m.wikipedia.org/wiki/Swike

Boleh tidak, sih, dimakan? Yang jelas, bagi kaum muslimin jenis makanan ini diharamkan. Walau begitu, saya punya pengalaman unik berkaitan dengan si ayam air ini. Kejadian itu terjadi saat saya di masa awal berhijab.
Ceritanya begini: suatu saat, saya beserta orang tua dan kakak-adik pergi makan ke rumah makan. Niatnya waktu itu mencari mie kuah sambil menikmati malam. Udara sejuk, nyeruput mie, kan lezat, ya. Slurrrp...
Pilih punya pilih, kami masuk ke sebuah rumah makan yang belum pernah kami cicipi masakannya. Di dalam sudah ada satu rombongan keluarga sedang makan. Kami pun duduk dan bersiap memesan. Yang tidak biasa, para pramusaji di sana tampak gelisah.
Kemudian seorang pramusaji mendatangi kami dan bertanya kami mau makan apa. Setelah memesan, kami menunggu cukup lama. Pemandangan pramusaji yang gelisah masih tersaji. Heran juga saya, kok rasanya ada yang ganjil.
Ternyata, setelah melihat sekeliling, kami baru sadar kalau rumah makan ini juga menyajikan swike. Ow...astaghfirulloh...
Akhirnya kami meninggalkan rumah makan itu setelah sebelumnya membatalkan pesanan. Dan kepergian kami pun diiringi tatapan lega para pramusaji. Hmmm...jadi husnuzhon juga, barangkali pesanan kami memang tidak dibuatkan karena mereka tak mau kami makan barang haram.

Saya bersyukur. Barangkali karena mereka melihat saya berhijab, ya? Memang berhijab itu agar muslimah dikenali, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran:

Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Alloh Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Al-Ahzaab [33]: 59)
Berkenaan dengan pengamalan perintah berhijab, bukan cuma sekali-dua kali saya menjumpai cerita menyenangkan. Ada dua cerita berkesan lain lagi. Yang pertama adalah amannya menyusui dengan berhijab! Ealah...ibu-ibu banget, sih. Hehehe...ya, gimana lagi, memang itu sukanya berhijab.
Tidak terbayang repotnya punya bayi tanpa berhijab. Tahu sendiri, kan, bayi itu sedikit-sedikit minta disusui. Kalau di rumah sih bebas, ya. Lha kalau di tempat umum?
Saya pernah naik bis bareng dengan seorang batita yang rewel minta disusui. Ibunya cuma bilang, "Nanti, ya. Nanti." Saya maklum saja, tentunya ibu itu malu kalau harus menyusui di muka umum sedangkan ibu itu tidak bawa kain atau apa pun yang bisa dipakai untuk menutupi dadanya. Nah, keuntungan bagi ibu-ibu yang berhijab, tinggal sembunyikan anaknya di balik hijab, lalu susui. Aman dan nyaman.
Eh, tapi ini cuma berlaku untuk hijab syar'i lho ya. Kalau hijabnya masih seadanya atau asal nutup kepala, ya nggak bisa, apalagi yang diikat-ikat di leher. Makanya, yuk pakai hijab yang syar'i :-)
Cerita suka lainnya adalah insiden baju terbalik. Waktu itu saya sedang di sekolah menunggui anak saya di TK A. Tiba-tiba seorang teman mendekati saya dan berkata, "Mbak. Bajunya kebalik tuh." Hah? Astaghfirulloh...ternyata memang terbalik. Bagian dalam di luar. Hihihi...untungnya pakai hijab syar'i, jadi tidak kentara banget. Saya pun buru-buru ke toilet sekolah untuk membenahi baju saya.
#
Hidup itu diciptakan seimbang oleh Alloh. Ada suka, ada juga dukanya berhijab. Ada kejadian yang sempat membuat sakit hati, tapi ada juga yang kemudian membuat geli.
Cerita 'duka' pertama adalah saat mau lulus SMA. Di pertengahan 1990-an belum marak muslimah berhijab. Bukan cuma muslimahnya yang belum banyak, tapi peraturan juga ikut-ikutan belum banyak berhijab, hehe... Yang namanya lulus tentunya dapat ijazah, dong. Tapi walau bisa dapat ijazah, kaum muslimah harus mengerutkan kening. Tak ada larangan foto berhijab, tapi kupingnya harus kelihatan. Nah, lho, ditolak secara halus, kan?
Masak iya pakai hijab terus daun telinganya dikeluarkan? Mumet saya. Gimana caranya? Duh, rasanya mustahil, deh. Terpaksa berfoto tanpa hijab, nih. Tapi, alhamdulillaah, di studio foto terdekat fotografernya perempuan! Woa...senang sekali!
Saya pun berfoto di sana. Fotonya pun dua macam: berhijab dan tidak. Niatnya saya mau mengumpulkan foto yang pakai hijab. Kalau ditolak baru foto tak berhijab yang diajukan. Akhirnya, ijazah SMA saya berhasil saya peroleh dengan TETAP tak berhijab. Hehe...sedih? Iya.
Cerita sedih itu berulang saat mau lulus sarjana di awal 2000-an. Tapi kali ini versinya lebih dewasa alias menuntut pertanggungjawaban. Bagi yang berhijab diperbolehkan menggunakan foto berhijab, tapi harus mau menandatangani surat pernyataan "bersedia bertanggung jawab atas segala resiko yang ditimbulkannya". Baiklah, saya bersedia untuk menandatanganinya.
Waktu bergulir, zaman pun berubah cepat. Isu-isu semacam itu kini jadi tidak penting lagi. Alhamdulillaah.
Selain di lembaga pendidikan, berhijab juga pernah membuat saya 'tersandung' saat proses pembuatan SIM. Lagi-lagi ditolak untuk urusan foto. Harus tanpa hijab! Saya pun terpaksa berfoto tanpa berhijab. Yang berat adalah saat harus membuka hijab di hadapan banyak orang. Kebayang pedihnya, kan?
Tercatat dua kali saya buka-bukaan saat buat SIM, yaitu saat pertama bikin dan saat perpanjangan. Tapi, alhamdulillaah, mulai periode berikutnya hingga sekarang sudah tidak perlu buka hijab lagi. Bahagianya...!
Ada juga cerita lucu berkenaan dengan SIM tanpa hijab ini. Dalam sebuah operasi kelengkapan surat rutin dari pihak kepolisian, seorang polwan yang memeriksa surat kelengkapan saya bertanya saat melihat SIM saya yang tanpa hijab, "Ini bener mbaknya?" Saya antara kesal dan geli mendengarnya. "Itu saya, Bu," jawab saya.
#
Hari ini muslimah berhijab lebih bebas. Tekanan sudah berkurang banyak. Kehadirannya pun sudah diterima masyarakat luas dengan baik. Muslimah berhijab pun makin mendapat tempat di berbagai bidang. Sayangnya, saking merdekanya, muslimah berhijab pun ada yang merasa bebas memilih waktu berhijab. Di sekolah berhijab, di lingkungan rumah tidak. Di kantor berhijab, saat arisan di rumah tidak. Saat menghadiri pesta berhijab, saat mengantar anak ke sekolah tidak. Oh, come on, hijab bukan sekedar seragam, Bu, Mbak, Kak, Dek. Hijab itu pakaian kita sehari-hari.
Barangkali ada yang berpendapat "Saya kan lagi berproses." atau "Sudah bersyukur banyak yang berhijab walau sesekali." Saya jawab, "Alhamdulillaah, silakan berproses. Tapi jangan lupa progressnya, ya, Sayang."

Artikel ini diikutsertakan dalam "Hijab Syar'i Story Giveaway"

Related Posts

12 komentar

  1. Bagus mbak ceritanya..... Good luck ya untuk GA nya..... Aku bener ga due ide untuk tema ini. Termasuk kategori berproses soale...:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaaamiiin. Ayo ditulis aja. Mana tau ada yang sedang mau berproses tapi masih bimbang.

      Hapus
  2. Wah, komplit ceritanya ya Mbak. Ada suka dukanya tentang hijab.

    BalasHapus
  3. Emang banyak ya kisah kita klo berkaitan dg hijab ini mba... aku termasuk yg blm syar'i nih ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kisah mbak Uniek pasti banyak tuh yg menarik. Saling mengingatkan ya, mbak.

      Hapus
  4. Bener-bener penuh suka duka, pengalaman yang unik. Moga istiqomah dan sukses untuk GA nya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiiin untuk kedua doanya. Makasih, mbak. Saya yang masih suka bolong itu urusan kaos kaki.

      Hapus
  5. Suka sama bagian pramusaji bingung....ternyata hijab penyelamat ya mak :)

    BalasHapus
  6. betul mba, saat saya SMA pun sempat terdengar berita kalau membuat KTP fotonya jangan berjilbab. Sekarang lebih enak dan nyaman ya, kita dlm berjilbab

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ohya? Saya malah nggak ingat kalo yg KTP. krn sy punya dua macem pas foto itu jadi tinggal ditukar saja. Kl SIM...duuh...krn harus buka2an di depan orang banyak.

      Hapus

Posting Komentar