KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Menuai Di Kala Menua

8 komentar
Momentum pulang kampung adalah saat-saat berkesan. Apalagi setelah sekian lama tak pulang. Menelusuri jalanan dan melihat sekeliling, terasa sekali kampung halaman ini tak menua, bahkan terus meremaja. Gedung baru nan gagah bermunculan di mana-mana bersaing dengan jumlah kendaraan yang merayap meniti jalan raya yang tak lagi mudah diseberangi. Kagum, heran, sekaligus khawatir akan menjadi apa kampung halaman ini.

Suasana berbeda benar-benar terasa saat masuk ke rumah bertemu orang tua. Jika kampung halaman meremaja, orang tua saya menua. Rambut mereka putih, bahkan alis mereka pun putih, suara mereka menjadi parau, badan mereka meringkih. Ah, Bapak dan Ibu, sudah sepuh betul panjenengan berdua. Namun sungguh patut disyukuri, ingatan orang tua saya belum menua. Mereka masih bisa berbincang dan berdiskusi aneka hal dengan anak dan cucu mereka walau cara berpikir dan gaya bicara semakin berjarak.

Saya beruntung. Saya bersyukur dikaruniai dua orang tua yang masih sehat di usia senja mereka. Ibu saya berusia 64 tahun, pensiunan guru SMK. Bapak saya hampir 72 tahun, purnawirawan TNI-AU. Ibu saya lincah, suka bergaul, senang memimpin, masih sering bepergian sendiri ke luar kota, masih aktif bersepeda motor sendiri dengan rute dalam kota. Sebaliknya, Bapak seorang yang pendiam, suka di rumah, banyak introspeksi, senang bertanam dan memelihara binatang walau kini tak lagi dijalaninya karena fisiknya yang merapuh. Namun mereka sehat. Sekali lagi, alhamdulillaah mereka sehat.

Orang tua saya mungkin memang bukan lansia tersehat yang pernah ada, namun setidaknya mereka terlihat demikian. Lalu rahasia apa yang membuat mereka tetap sehat di usia senja?


Saya ingat saat Bapak memasuki usia pensiun (55 tahun), Bapak berkata bahwa beliau senang sekali bisa pensiun. Bahkan bisa dikatakan bahwa cita-cita Bapak saya adalah pensiun! Aneh, ya?
Pemikiran 'aneh' ini baru bisa saya pahami ketika saya menyadari bahwa Bapak saya tidak mengalami post-power syndrom tatkala pensiun. Fisik Bapak tidak menurun kecuali 9 tahun kemudian. Bapak terlihat sebagai pensiunan yang berbahagia. Tak ada pikiran untuk kembali mencicipi atau mewariskan 'masa kejayaan' kepada anak-anaknya. Pensiun ya pensiun, begitu prinsip Bapak. Jadi, menerima keadaan adalah salah satu kunci sehatnya Bapak saya hingga usia senja.

Lain ceritanya dengan Ibu. Menjelang pensiun di usia 60 tahun, Ibu sudah merancang kegiatan. Antara lain mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Quran). Prinsip Ibu adalah otak harus selalu dipakai agar tak cepat pikun. Saya setuju.

Sepintas kedua prinsip menghadapi usia senja kedua orang tua saya berseberangan, tetapi sebetulnya tidak, sebab pembawaan mereka sendiri sudah berlainan. Jadi pada intinya supaya tetap bisa bermanfaat saat menua adalah dengan memanfaatkan kelebihan diri dan mengerjakan kegiatan yang disukai.
Saya pun mengambil pelajaran dari prinsip kedua orang tua saya, namun karena saya adalah pribadi yang lain dari kedua tauladan saya tadi, maka saya juga harus punya jurus khusus agar dapat menikmati masa tua, dengan seizin Alloh, dengan nyaman. Apa sajakah itu?

Pertama, mengurangi pemakaian kendaraan bermotor terutama dalam jarak pendek. Kalau mau beli ke warung, misalnya, tak perlu naik motor, cukup jalan kaki saja. Selain hemat, ramah lingkungan, juga sehat. Saya belum bisa menyisihkan waktu untuk berolah raga betulan, jadi ya anggap saja ini olah raga murah meriah.

Kedua, menghafal Al-Quran. Saat ini, mendekati usia 40 tahun, target saya tidak muluk-muluk, nambah hafalan juz 29 dan surat-surat 'populer'. Kalah, ya dengan para hafiz kecil? Tak apa-apa lah, lebih baik terlambat daripada tidak, kan? Menghafal Al-Quran terbukti mampu menguatkan ingatan manusia dan tentu saja menguatkan iman. Tentu saya ingin jadi lansia yang lisannya bermanfaat dan menghasilkan perkataan yang berharga bagai berlian.


Usia memang rahasia Alloh. Tak ada seorang pun yang tahu kapan berakhirnya. Tak ada seorang pun yang tahu cara memperpanjang usia. Yang kita tahu hanyalah cara memanfaatkan usia. Menuai di kala menua. Tentu saja kita berharap diberkahi Alloh dengan usia panjang yang bermanfaat, tidak merepotkan orang lain dan akhirnya husnul khotimah. Semoga harapan ini terkabul. Aaaaamiiiiin.

Related Posts

8 komentar

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Giveaway Road to 64 di BlogCamp
    Segera didaftar sebagai peserta
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  2. setuju mak menerima keadaan dan memanfaatkan kelebihan diri dan mengerjakan kegiatan yang disukai, InsyaAllah akan meremajakan otak kita juga memperpanjang usia.

    BalasHapus
  3. iya mak. kadang yg paling sulit itu adl menerima keadaan. terutama saat fisik sdh tdk bisa selincah dulu.

    BalasHapus
  4. Menghapal quran itu menyenangkan ya Mak... ;)

    BalasHapus
  5. buat bekal kalau sedang berhalangan Mak Indah. jd nggak galau sendirian gitu.

    BalasHapus
  6. Saya juga mencoba menghafal alqur'an, iya, masa kalah sama hafidz kecil yang subhanallah hafalannya.

    BalasHapus
  7. sip sip. banyak temannya. smga berkah ya mas.

    BalasHapus

Posting Komentar