KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Apesnya Jadi Orang Jogja

6 komentar

Siang-siang saat makan di warung soto saya bertemu tetangga suami yang berprofesi sebagai paes (juru rias pengantin) yang dua minggu lagi akan merias pada pernikahan adik ipar saya.

Obrol sana-sini lalu beliau bertanya dari daerah mana saya berasal. "Jogja", jawab suami saya. Ternyata beliau sering ke Jogja. Katanya, "Paes kalau nggak (berkiblat) ke Jogja dan Solo ke mana lagi?". Lalu beliau pun bercerita tentang tempat-tempat yang sering dikunjunginya di Jogja. Salah satunya adalah Museum Wayang di Jalan Wonosari, dekat rumah saya dulu. Rupanya beliau penggemar wayang kulit. Jelajahannya sampai ke Pucung, Wukirsari, Bantul, dekat Imogiri. *Uhuk, yang mana itu ya? Saya malah belum tahu*

Selesai cerita panjang lebar beliau berkata bahwa adik ipar saya nanti akan pakai paesan gaya Jogja, Kanigaran. *Uhuk lagi* Karena sungguhan tidak tahu saya pun bertanya seperti apa itu. Eh, beliau kaget. Kaget campur heran karena saya yang lahir dan besar di Jogja tidak tahu bab paesan gaya Jogja!

Untuk info saja, kata beliau paesan gaya Jogja ada 4: Putri, Jangan Menir, Kanigaran dan Paes Ageng. Sedangkan gaya Solo ada dua, tapi tidak dirincinya.

Duhai, saya ini memang lahir di Kota Jogja. Sekolah juga di Kota Jogja, tapi sungguh saya tidak tahu dan tidak paham soal paes-memaes. #ProtesModeOn

Ini bukan kejadian pertama saya tertohok jadi orang Jogja. Beberapa tahun lalu juga saya sempat tidak enak hati waktu ngobrol dengan tetangga saat saya tinggal di wilayah Bintaro. Jadi orang rantau harus sabar. Seorang tetangga bercerita kalau ia pernah membawa anak balitanya jalan-jalan ke Jogja. Ke kraton, Candi Prambanan dan lain-lain. Malamnya si anak rewel luar biasa, tidak bisa tidur.

Lalu tetangga saya itu bertanya setengah yakin kepada saya, "Katanya emang pamali ya, Tante, bawa anak kecil ke Prambanan?". Tendesi pertanyaan ini langsung saya endus. Ah, mistis lagi.

Gambar Prambanan dari Wikitravel

Pura-pura serius, saya pun menjawab, "Ooo...lha itu, Bu." Yang diajak bicara makin bersemangat. "Kenapa, Tan?" Setengah sedih saya menjawab, "Ya nggak boleh dong, Bu. Anaknya kan jadi kecapekan". Logis. Titis. Sip!

Ada juga cap stereotipe terhadap orang Jogja yang, kok ya, masih saja ada. Ceritanya, adik laki-laki saya dapat istri orang Sukabumi. Kata si istri, waktu mau nikah dengan adik saya, dia dinasihati macam-macam oleh ibunya. Kata ibunya, "Siap-siap nanti kamu bisa-bisa disuruh jalan jongkok di hadapan ibu mertuamu". *Uhuk* Entah ini guyonan atau sungguhan.

#

Sambil urut dada saya cuma bisa menuliskan ini. Tidak segitunya ya orang Jogja. Orang Jogja itu pikirannya modern kok. Kalaupun ada berita tentang hal-hal berbau klenik dan sebagainya itu hanya sebagian saja. Yah media kan juga ingin dapat perhatian. Perkara tidak mistis pun bisa saja disrempet-srempetkan ke sana. Orang Jogja itu sudah sibuk sendiri kok dengan kehidupan dan penghidupannya.

Memang yang saya rasakan, lebih lagi saat saya jadi orang luar Jogja, orang Jogja itu bangga dan cinta dengan identitasnya. Bangga dengan 'keistimewaan' mereka. Itu saja. Selebihnya ya sama saja dengan yang lain. Ingin hidup layak dan enak, ingin anak-anaknya dapat pendidikan terbaik, ingin harga sembako murah, ingin akses internet lancar dan seterusnya.

Jogja is timewa, tapi bukan berarti berbeda.

Related Posts

6 komentar

  1. hahaha...itu ndagel atau gimana sih g boeh bawa anak kecil ke prambanan,nnti capek,hiyyyaaaa....hahahaha
    duh,apapun itu saya cinta jogjah,kangen sarapan nasi pecel di pasar bringharjo, paris, subuh2 didatengin becak bakpia yg masih anget,ngabisin dut ke mirota, ah pokoknya love jogja deh..kepingin juga punya rumah di jogja hehehe

    BalasHapus
  2. ayo mbak beli rumah di jogja. tapi skrg jogja jd rame bgt, di mn2 ditanami gedung, jd panas n macet. kl mau nyaman ya cari yg di desa.

    BalasHapus
  3. Diajeng jangan-jangan juga tidak tahu di mana kampus AAU? Uhuk...
    Saya bolak-balik ke Jogya lho
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
  4. kl AAU tau dong Pakde. bapak saya ngajar di sana dulu.

    BalasHapus

Posting Komentar