KEB

KEB

BPN

BPN

About Me

About Me
Diah is here! Mom of three boys.

Bapaknya Orang Mana, Sih?

Sudah dua kali saya ditanya begitu oleh orang lain saat mereka mendengar gaya bicara anak-anak saya. Ada juga yang mengira kami pernah tinggal di luar negeri. (catatan: Madiun merupakan salah satu pengekspor TKI).

Memangnya seperti apa, sih gaya bicara anak-anak saya? Sebenarnya tak ada yang istimewa, hanya berbahasa Indonesia saja. Iya. Bahasa Indonesia saja.

Kalau kami tinggal di ibukota mungkin tak istimewa, tapi di sini, di Madiun, anak yang berbahasa Indonesia saja itu jarang. Kebanyakan, tentu saja, berbahasa Jawa. Jawanya pun Jawa Timuran. Berbahasa Indonesia sesekali dengan logat Jawa Timuran.

Anak-anak saya memang sudah 'terlanjur' berbahasa Indonesia sejak kecil, eh padahal anak saya memang masih kecil, baru umur 5 dan 4 tahun. Baiklah, mereka diajak bicara bahasa Indonesia sejak mereka belajar bicara, karena kami dulu tinggal di seputaran ibukota. Maklum, kan ya?

'Kesalahan' saya berikutnya adalah membiarkan anak-anak meniru gaya bicara film di televisi. Filmya film barat yang disulihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Dampaknya, anak-anak saya sering terdengar memakai kata 'tidak' bukan 'nggak'. Anak-anak saya juga mengenal kata 'kami' (bukan 'kita') yang kurang lazim di sini.

Anak-anak saya juga biasa bercakap-cakap dengan bahasa 'resmi'. Sebagai contoh:
"Dik, apa kamu tahu, di sana ada angin topan."
"Tidak. Aku tidak melihatnya." Kata-kata yang saya cetak tebal itu yang sering terdengar aneh di lingkungan sekitar.

Dan yang lebih 'parah' lagi, anak-anak saya itu bicaranya masih agak cedal, cepat, kadang sangat cepat dan saling bersahutan. Kalau mereka masuk ke toko, biasanya mereka langsung berlarian kemudian ngoceh sana-sini berdua. Jadilah seisi toko memperhatikan mereka. Ibunya cuma bisa cengar-cengir saja.

Entahlah, mungkin anak-anak saya itu hiperaktif atau apa, tapi mereka sanggup menjaga kemurnian ide mereka. Yang paling menonjol adalah mereka berhasil 'memaksa' lawan bicara untuk berbahasa Indonesia. Hingga kini si sulung sudah sekolah pun belum pernah ada yang bisa memaksanya bercakap-cakap dalam bahasa Jawa. Yang mau berteman dengannya ya bicara bahasa Indonesia resmi a la anak saya. Yang tidak mau berteman karena tidak paham biasanya akan menyingkir.

Tapi ada susahnya juga: anak saya dimusuhi karena bahasanya. Kata mereka yang memusuhi, "Ngomong apa kuwi?!".Kasihan ya? Tapi biarlah, semua berproses. Saya yakin ini salah satu cara Tuhan menjaga kemurnian anak-anak saya. Dengan begitu mereka tidak rentan tertular penyakit berkata yang kurang baik karena teman-teman mereka terseleksi secara alami. Yang bisa beradaptasi ya bisa menerima, yang belum bisa menghargai perbedaan ya biarlah.

#

Soal pertanyaan di judul artikel tadi jawabannya: bapaknya orang sini.

Related Posts

2 komentar

Posting Komentar